dakwatuna.com - Menjadi entrepreneur islami
merupakan salah satu warisan Nabi yang ternyata telah diagungkan
berulang kali oleh berbagai bangsa di berbagai belahan dunia. Warisan
Nabi yang-sesungguhnya-ditujukan untuk kita umatnya dalam mencapai
kemakmuran, kekayaan, dan kejayaan Islam. Ia paham sepaham-pahamnya
bahwa kuat dan menang di dunia dan akhirat melalui perdagangan sangat
dianjurkan. Tak pelak lagi, Muhammad terang-terangan menyampaikan,
“Berdaganglah engkau, karena 9 dari 10 pintu rezeki berada dalam
perdagangan…”.
Harus diakui, sudah pantaslah beliau menjadi Nabi
akhir zaman, seorang manusia pilihan yang memberikan keteladanan dari
semua sisi kehidupan. Dalam mencapai kemakmuran dan kekayaan, beliau
mengajarkan dengan cara-cara yang alamiah dan ideal untuk kita terapkan
dalam konsep yang dinamakan Islamic entrepreneurship. Langkah-langkah strategis untuk mencapai hal itu dicontohkan secara kaffah, mulai dari motivasi yang kuat, tawakkal hanya pada Allah, bersabar hingga berserikat dengan pihak ketiga.
Di
sisi lain, khalifah Ali, sahabat Nabi yang sangat sederhana pernah
mengungkapkan dengan tegas, “Seandainya kemiskinan itu berwujud manusia,
niscaya aku yang akan membunuhnya!” Sangat relevan dan layak untuk
direnungkan bersama. Bagaimana kita sebagai seorang Muslim memiliki
semangat mengentaskan kemiskinan, minimal dari diri sendiri dan
lingkungan sekitar. Membangun kembali kultur Islam yang pro kemakmuran,
dengan mengikuti jejak Nabi dan para sahabat terdahulu.
Memang
perlu digarisbawahi bahwa di akhir zaman layaknya saat ini, sejak kaum
Quraisy zaman dulu sampai masyarakat millenium seperti
sekarang-sangatlah mengagungkan perdagangan. Namun faktanya, bangsa
Yahudilah yang diam-diam menguasai bahasa perdagangan ini. Jarang-jarang
orang sadar bahwa mereka mendominasi sekitar lima persen penduduk Bumi
yang mengangkangi 80 persen kekayaan dunia. Sebuah kebetulankah? Padahal
di satu sisi, jumlah mereka hanya belasan juta jiwa, jauh di bawah
jumlah umat Islam sekarang. Dengan piawai dan lihainya mereka menyetir
kebijakan dan kekuasaan di dunia, sementara rasa benci kita terhadap
kaum tertentu justru membuat kita lemah dan tak mau berbenah.
Justru
hendaknya kita mengambil hikmah dan mau belajar dari kondisi saat ini.
Lagipula, ada harapan dari suatu temuan yang menarik. Bahwa dalam
analisa sejumlah pakar mengemukakan bahwa kekuatan besar Islam akan
bangkit kembali di muka bumi ini, sejalan dengan China. Analisa
kebangkitan ini tentu bukanlah mengada-ada, terbukti di beberapa benua
Islam mengalami pertumbuhan tertinggi dan menjadi agama paling banyak
dianut setelah Nasrani. Sayangnya, orang Islam sendiri kurang melek akan
harapan ini.
Menurut proyeksi Pusat Penelitian Pew pada bulan
Januari 2011, populasi Muslim dunia diperkirakan akan meningkat sekitar
35% dalam 20 tahun ke depan. Sayangnya terus terang, dalam kurun 1.000
tahun terakhir, di banyak bidang, politik, budaya, sains apalagi
ekonomi, umat Muslim sangat jauh tertinggal dibandingkan umat-umat lain.
Namun, ketika orang-orang pesimis akan menganggap hal ini sebagai
masalah dan ancaman, maka kita yang telah memahami Islamic entrepreneurship hendaknya menganggap bahwa masalah ini sebagai peluang.
Belajar dari kondisi perekonomian yang diterapkan Nabi dan para sahabat, konsep Islamic entrepreneurship
itu memaknai produksi dan konsumsi secara tepat. Di satu sisi, mereka
menggalakkan produksi sebesar-besarnya dan distribusi seluas-luasnya,
agar dapat memakmurkan orang sebanyak-banyaknya. Terbukti, Nabi
berdagang ke luar negeri setidaknya 18 kali, sementara Umar mewariskan
70.000 properti senilai triliunan rupiah. Namun di sisi lain, mereka
juga menggalakkan konsumsi sehemat-hematnya. Memberdayakan harta sebaik
mungkin, terlihat dari kesederhanaan makanan dan pakaiannya sehari-hari.
Menjadi kaya ala Nabi lewat jalan Islamic entrepreneurship,
inilah solusi yang coba ditawarkan untuk mengentaskan kemiskinan di
muka bumi ini. Perlu diingat, bahwa kekayaan bukanlah tujuan, melainkan
alat syiar, dakwah dan beribadah dalam Islam. Ya, dengan alat ini, Insya
Allah kita akan lebih mudah menegakkan ekonomi syariah, meningkatkan bargaining position
umat muslim, dan masih banyak hal lainnya. Dengan begitu, bukan tidak
mungkin kebangkitan dan kejayaan Islam yang digdaya dapat kembali
terwujud untuk kemaslahatan umat di dunia ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar