Dr. Attabiq Luthfi, MA
”Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu adalah fitnah dan
sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (Al-Anfal: 28)
Terdapat
dua ayat di dalam Al-Qur’an yang menyebut harta dan anak sebagai
fitnah, yaitu surah Al-Anfal ayat 28 dan surah At-Taghabun ayat 15,
“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu adalah fitnah (bagimu), dan di
sisi Allah-lah pahala yang besar”. Perbedaannya: pada surah Al-Anfal,
Allah menggunakan redaksi pemberitahuan “ketahuilah”, sedangkan pada
surah At-Taghabun menggunakan redaksi penegasan “sesungguhnya”. Namun
ungkapan yang mengakhiri kedua ayat tersebut sama, yaitu “di sisi
Allah-lah pahala yang besar”. Sehingga bisa dipahami bahwa fitnah harta
dan anak bisa menjerumuskan ke dalam kemaksiatan, namun di sisi lain
justru bisa menjadi peluang meraih pahala yang besar dari Allah swt. Dan
makna yang kedua itulah yang dikehendaki oleh Allah, sehingga Allah
mengingatkannya di akhir ayat yang berbicara tentang fitnah anak dan
harta “dan di sisi Allah-lah pahala yang besar”.
Fitnah dalam
kedua ayat ini bukan dalam arti Bahasa Indonesia, yaitu setiap perkataan
yang bermaksud menjelekkan orang, seperti menodai nama baik atau
merugikan kehormatannya. Tetapi fitnah yang dimaksud dalam konteks harta
dan anak seperti yang dikemukakan oleh Asy-Syaukani adalah bahwa
keduanya dapat menjadi sebab seseorang terjerumus dalam banyak dosa dan
kemaksiatan, demikian juga dapat menjadi sebab mendapatkan pahala yang
besar. Inilah yang dimaksud dengan ujian yang Allah uji pada harta dan
anak seseorang. Fitnah di sini juga dalam arti bisa menyibukkan atau
memalingkan dan menjadi penghalang seseorang dari mengingat dan
mengerjakan amal taat kepada Allah, seperti yang digambarkan oleh Allah
tentang orang-orang munafik sehingga Dia menghindarkan orang-orang
beriman dari kecenderungan ini dalam firman-Nya, “Hai orang-orang
beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari
mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah
orang-orang yang merugi”. (Al-Munafiqun: 9). Rasulullah saw juga
menyebut kedua kemungkinan ini dalam hadits Aisyah ra ketika beliau
memeluk seorang bayi, ”Sungguh mereka (anak-anak) dapat menjadikan
seseorang kikir dan pengecut, dan mereka juga adalah termasuk dari
haruman Allah swt”.
Fitnah anak dalam arti bisa mengganggu dan
menghentikan aktivitas seseorang pernah dirasakan juga oleh Rasulullah
saw. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Abu Daud
dari Abu Buraidah bahwa ketika Rasulullah saw sedang menyampaikan
khutbahnya kepada kami, tiba-tiba lewatlah kedua cucunya Hasan dan
Husein mengenakan baju merah sambil berlari dan saling kejar mengejar.
Begitu melihat kedua cucunya, Rasulullah kontan turun dari mimbar dan
mengangkat keduanya seraya mengatakan, ”Maha Benar Allah dengan
firman-Nya, ”Sesungguhnya harta dan anak-anak kamu adalah fitnah”. Aku
tidak sabar melihat keduanya sampai aku menghentikan ceramahku dan
mengangkat keduanya”. Dalam konteks ini, Ibnu Mas’ud mengajarkan satu
doa yang tepat tentang harta dan anak. Beliau mengungkapkan, ”Janganlah
kalian berdoa, dengan doa ini, ”Ya Allah, lindungilah kami dari fitnah”.
Karena setiap kalian ketika pulang ke rumah akan mendapati harta, anak
dan keluarganya bisa mengandungi fitnah, tetapi katakanlah, ”ya Allah
aku berlindung kepada engkau dari fitnah yang menyesatkan”.
Secara
korelatif tentang fitnah harta dan anak dalam surah At-Taghabun, Imam
Ar-Razi dalam At-Tafsir Al-Kabir menyebutkan, karena anak dan harta
merupakan fitnah, maka Allah memerintahkan kita agar senantiasa bertaqwa
dan taat kepada Allah setelah menyebutkan hakikat fitnah keduanya,
”Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah
serta taatlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu. Dan
barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah
orang-orang yang beruntung”. (At-Taghabun: 16). Apalagi pada ayat
sebelumnya, Allah menegaskan akan kemungkinan sebagian keluarga berbalik
menjadi musuh bagi seseorang, ”Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di
antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka
berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak
memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. (At-Taghabun: 14)
Sedangkan tentang
fitnah harta dan anak dalam surah Al-Anfal, Sayyid Quthb menyebutkan
korelasinya dengan tema amanah ”Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu
mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu
mengetahui”. (Al-Anfal: 27), bahwa harta dan anak merupakan objek ujian
dan cobaan Allah swt yang dapat saja menghalang seseorang menunaikan
amanah Allah dan Rasul-Nya dengan baik. Padahal kehidupan yang mulia
adalah kehidupan yang menuntut pengorbanan dan menuntut seseorang agar
mampu menunaikan segala amanah kehidupan yang diembannya. Maka melalui
ayat ini Allah swt ingin memberi peringatan kepada semua khalifah-Nya
agar fitnah harta dan anak tidak melemahkannya dalam mengemban amanah
kehidupan dan perjuangan agar meraih kemuliaan hidup di dunia dan di
akhirat. Dan inilah titik lemah manusia di depan harta dan anak-anaknya.
Sehingga peringatan Allah akan besarnya fitnah harta dan anak diiringi
dengan kabar gembira akan pahala dan keutamaan yang akan diraih melalui
sarana harta dan anak.
Lebih jauh, korelasi ayat di atas dapat
ditemukan dalam beberapa ayat yang lain. Al-Qurthubi misalnya, menemukan
korelasinya dengan surah Al-Kahfi: 46 yang bermaksud, “Harta dan
anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang
kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih
baik untuk menjadi harapan”, bahwa harta kekayaan dan anak wajar
menjadi perhiasan dunia yang menetramkan pemiliknya karena pada harta
ada keindahan dan manfaat, sedangkan pada anak ada kekuatan dan
dukungan. Namun demikian kedudukan keduanya sebagai perhiasan dunia
hanyalah bersifat sementara dan bisa menggiurkan serta menjerumuskan.
Maka sangat tepat jika ayat “Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu adalah
fitnah (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar. (At-Taghabun:
15) dan ayat “Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan
anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang
berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang
merugi”.(Al-Munafiqun: 9) menjadi pengingat jika kemudian terjadi harta
dan anak justru menjauhkan pemiliknya dari Allah swt.
Berbeda
dengan At-Thabari, ia memahami korelasi kontradiktif ayat ini dengan
surah Ali Imran ayat 38, “Di sanalah Zakaria berdoa kepada Tuhannya
seraya berkata: “Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak
yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa”. Menurut Ath-Thabari,
secara tekstual ayat ini bisa dipahami bertentangan dengan ayat yang
memberi peringatan akan kemungkinan bahaya dan fitnah yang ditimbulkan
dari harta dan anak. Padahal nabi Zakaria sendiri berdoa agar
dikaruniakan keturunan yang banyak. Maka pemahaman yang cenderung
kontradiktif ini diluruskan sendiri oleh Ath-Thabari dengan mengemukakan
bahwa anak yang di pohon oleh Zakaria adalah anak keturunan yang shaleh
yang bisa memberi manfaat di dunia dan akhirat. Sedangkan yang
dikhawatirkan adalah kriteria harta dan anak yang justru melalaikan dari
mengingat Allah swt seperti yang Allah tegaskan dalam salah satu
firman-Nya, “Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu
melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian
maka mereka itulah orang-orang yang merugi”. (Al-Munafiqun: 9). Dalam
konteks ini, Nabi Muhammad sendiri pernah mendoakan harta dan anak yang
banyak kepada sahabat Anas bin Malik ra, “Ya Allah perbanyaklah untuknya
harta dan anak, dan berkahilah setiap apa yang Engkau anugerahkan
kepadanya”.
Demikian keseimbangan yang diajarkan oleh Allah swt
dalam menyikapi fitnah harta dan anak yang menduduki posisi tertinggi
dari titik lemah manusia. Harta dan anak memiliki potensi yang sama
dalam menghantarkan kepada kebaikan atau menjerumuskan seseorang kepada
dosa dan kemaksiatan. Sudah sepantasnya peringatan Allah dalam konteks
fitnah harta dan anak senantiasa yang sering kita ingat karena hanya
peringatan Allah yang mencerminkan kasih sayang-Nya yang layak untuk
diingat, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai
Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan”. (At-Tahrim:6).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar