ETIKA BERPERANG
Gus
DUr menegaskan bahwa islam adalah agama yang mengajak umat manusia
untuk memperjuangkan keadilan, kesetaraan, kebebasan yang bertanggung
jawab, kemaslahatan sosial, dan kerahmatan global. untuk itu, dalam
islam, konsep jihad sebaiknya dimaknai secara benar dan proposional.
Jihad, mengacu pada asal katanya "Juhd" dan "Jahd", berarti kesunguhan
untuk mengatasi kesulitan. Jadi, jihad tidak selalu identik dengan
perang dan kekerasan, melainkan terutama berjuang mewujudkan kehidupan
yang semakin baik dan manusiawi, dengan cara2 yang damai dan bijak.
Jihad bisa dimaknai sebagai perang dan pembunuhan, hanya dalam konteks
tiga hal. Pertama, bertemunya dua pasukan saat berperang. Kedua, negara
diduduki musuh. Ketiga, imam ( Presiden ) memerintahkan perang.
Perangpun tidak boleh di lakukan secara brutal dan sembarangan. Ada
beberapa etika berperang dalam islam. Pertama, tidak boleh membunuh
warga sipil. Kedua, tidak boleh membunuh perempuan, anak2, dan orang tua
renta. Ketiga, tidak boleh menghancurkan rumah ibadah. Keempat, tidak
boleh merusak ekosistem alam seperti tumbuhan, air, dan semacamnya.
Kelima, tidak boleh merusak fasilitas umum seperti rumah sakit, stasiun,
dan lain2.
Gus Dur menutup diskusi dengan anekdot menariknya
karena berkaitan dengan pelajaran tauhid yang menjadi trade mark
Pesantren ini, Ada seorang santri, Gus Dur memulai ceritanya, memahami
penjelasan kiainya bahwa apa yang ada di langit dan di bumi ini semua
milik Allah SWT dengan menjadi pencuri. ia pikir bahwa ia tidak mencuri
milik siapapun. Toh semua milik Allah. Sampai akhirnya si santri mencuri
ikan di kolam milik kiai. Saat mempertoleh ikan yang besar, tiba2 kiai
datang. "Hai, kenapa kamu mengambil ikan milik aku ?" tegur kiai. Alih2
lari, santri itu mendekati kiai dan berkata, "Bukankah kiai yang
mengajarkan ayat lillahi ma fi as-samawati wa ma fi al-ard, semua ini
milik Allah. jadi bukan milik kiai!" kiai terdiam. Di hatinya berkata
senjata makan kiai nih. kemudian kiai berkata, " Ya, Nak. Itu ikan milik
Allah, Tapi jangan ikan yang besar!"
Mendengar cerita gus dur
semua tertawa, kang aziz meneruskan cerita itu bahwa kiai tadi melempar
si santri dengan bakiaknya. Terdengar teriakan si santri," Aduh, kenapa
kiai melempar aku ?" Dengan membaca ayat wa ma ramaita idz ramaita wa
lakinallaha rama, kiai menjawab tenang, "Bukan aku yang melempar, tapi
Allah nak!" semua kembali terbaha-bahak.
Gus Dur menambahkan
Kalau orang berebut paham, lalu menjadikan ayat sebagai alat untuk
menjatuhkan satu sama lain, kapan mau majunya umat beragama ??
Tidak ada komentar:
Posting Komentar