Sabtu, 06 April 2013

BELAJAR ZUHUD DARI SAYIDINA UMAR BIN KHATTAB

Imam Hasan Al-Bahsri

menuturkan, “Suatu hari aku datang ke Masjid Agung Bashrah.

Tiba-tiba aku melihat beberapa sahabat Nabi SAW sedang berkumpul mendiskusikan kezuhudan Abu Bakar dan Umar ibn Al-Khaththab, kisah tentang bagaimana Allah SWT membuka hati mereka untuk menerima Islam dan baiknya akhlak mereka. Lalu, aku pun bergabung dengan para Sahabat itu. Di sana kulihat ada Al-Ahnaf ibn Qais At-Tamimi. Dia berkata, ‘Suatu ketika Umar ibn Al-Khaththab mengirim kami untuk sebuah peperangan di Irak. Atas izin Allah SWT, kami menang dalam peperangan itu hingga kami bisa menguasai Irak bahkan hingga Persia.

Di antara harta rampasan perang itu kami mendapatkan pakaian-pakaian yang bagus buatan Persia dan Khurasan.

Maka, kami menagmbilnya dan memakainya. Tapi, ketika kami pulang ke Madinah dan menghadap Khalifah Umar ibn Al-Khaththab dengan pakaian itu, beliau berpaling muka hingga tak mau bicara dengan kami.

Sikap beliau itu pun membuat hati kami dan para Sahabat yang lain hancur. Setelah sekian lama menunggu, kami pun menemui anak beliau Abdullah ibn Umar—yang saat itu sedang duduk di serambi masjid Nabawi. Kami bertanya padanya tentang sebab apa sang Khalifah tak acuh pada kami.

Abdullah ibn Umar menjawab, ‘Sesungguhnya Amirul Mukminin (Umar ibn Al-Khaththab) melihat kalian mengenakan pakaian, yang Rasulullah SAW sendiri dan Khalifah setelahnya (Abu Bakar Ash-Shiddiq), tidak pernah memakainya.’

Mendengar jawaban itu, kami langsung pulang dan melepas pakaian kami. Lalu, kami menghadap beliau lagi dengan pakaian sederhana sebagaimana pakaian yang kami kenakan sehari-hari di Madinah. Sangat mengharukan, sang Khalifah Umar ibn Al-Khaththab, langsung berdiri menyambut kami dengan sumringah. Beliau menyalami dan memeluk erat kami satu per satu, seolah beliau tidak pernah bertemu kami sebelumnya. Kami, pun menyuguhkan beberapa ekor kambing guling. Lalu, beliau menerimanya dan membaginya kembali pada kami dengan porsi masing-masing orang, sama bagian. Saat itu beliau mengambil, khabisha (semacam selai sebagai makanan pendamping) yang dibuat warna-warni, sambil menghirup aroma sedapnya. Di wajahnya, beliau tampak menikmati. Tapi, beliau tidak memakannya. Justru menghadap ke arah kami dan memberi nasihat,
‘Demi Allah! Wahai kaum Muhajirin dan Anshar, di antara generasi kalian kelak akan ada yang saling bunuh demi makanan ini.’

Lantas, beliau meminta pembantunya untuk membawa makanan itu pada anak-anak para syuhada yang mati di medan peperangan. Lalu, beliau berdiri dan menutup perjamuan. Para Sahabat pun ikut berdiri dan berjalan di belakang beliau.

Di antara kami pun saling berbisik, ‘Wahai kaum Muhajirin dan Anshar! Lihatlah, betapa zuhud dan mempesonanya beliau ini.’”

Jalaluddin As-Suyuthi dalam Jami’ Al-Ahadits, Musnad Umar ibn Al-Khaththab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar