Rabu, 10 April 2013

Al-Quran Bicara Tentang Emansipasi

Sebagaimana pelajatan yang telah lewat, tidak ada sesuatu pun permasalahan yang dihadapi manusia kecuali Al-Quran telah membahasnya. Allah berfirman (yang artinya), “Kami tidak meluputkan sesuatu pun dalam Kitab (Al-Quran).” [QS Al-An’am]
Termasuk permasalahan emansipasi yang dewasa ini ramai dibicarakan dan dibincangkan banyak orang. Sebagian orang bersikeras melegalkannya dan sebagian yang lain menolaknya dengan berbagai alasan dan argumen.

Pertanyaannya adalah: bagaimana tanggapan Al-Quran terhadap permasalahan ini?

Ketahuilah saudaraku seiman, Allah Rabb kita telah berfirman:
وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ ۚ لِّلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِّمَّا اكْتَسَبُوا ۖ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِّمَّا اكْتَسَبْنَ ۚ وَاسْأَلُوا اللَّهَ مِن فَضْلِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا
“Dan janganlah kalian berangan-angan terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” [QS An-Nisa: 32]

Para ulama pakar tafsir menyebutkan beberapa riwayat tentang sebab turunnya ayat ini, di antaranya ialah:
• Mujahid berkata, “Ummu Salamah mengadu, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya kaum laki-laki berperang sementara kami tidak berperang, sehingga mereka mengalami kelemahan. Kami tidak memperoleh warisan. Seandainya kami laki-laki, tentu kami akan berperang dan kami mengambil warisan seperti yang mereka ambil.” Maka turunlah ayat ini.

• Ada yang berpendapat, ketika Allah menetapkan bagian laki-laki seperti bagian dua wanita dalam warisan, kaum wanita berkomentar, “Kami lebih membutuhkan tambahan daripada kaum laki-laki. Sebab, kami ‘kan orang-orang lemah dedangkan mereka orang-orang kuat dan lebih mampu mencari ma’isyah (baca: mata pencahariaan untuk melangsungkan kehdupan) daripada kami.” Maka turunlah ayat ini.

• Dalam riwayat lain disebutkan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Ibunda Ummu Salamah, istri Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, karena ucapannya kepada Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, “Sekiranya Allah menetapkan kami sebagaimana yang ditetapkan-Nya kepada kaum pria supaya kami diberi pahala sebagaimana mereka diberi pahala.” Maka Allah pun melarang hal semacam itu dan Dia berfirman, “Dan janganlah kalian berangan-angan terhadap apa yang Allah karuniakan kepada sebagian kalian –yaitu kaum pria- lebih banyak dari sebagian –yaitu kaum wanita- yang lain, berupa shalat berjamaah (di Masjid), jumat, jihad, amar makruf, dan nahi munkar.

Dari beberapa riwayat ini dapat ditarik kesimpulan bahwa emansipasi memang sudah tergambar di kepala wanita Salaf. Hanya saja motivasi mereka adalah pahala, bukan perkara dunia yang hina ini. Sebab, kaum laki-laki disyariatkan berjihad melawan musuh di medan perang yang tentunya pahalanya sangatlah besar terlebih jika gugur sebagai syahid. Kaum laki-laki juga disyariatkan menunaikan shalat berjama’ah yang pahala tidak perlu dipertanyakan lagi karena sangat besar, sesuatu yang tidak disyariatkan kepada kaum hawa.

Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Si’di –rahimahullah- menjelaskan:
ينهى تعالى المؤمنين عن أن يتمنى بعضهم ما فضل الله به غيره من الأمور الممكنة وغير الممكنة. فلا تتمنى النساء خصائص الرجال التي بها فضلهم على النساء
“Allah Ta’ala melarang kaum mukminin dari berangan-angan terhadap apa yang Allah karuniakan kepada orang lain berupa perkara-perkara yang memungkinkan maupun yang tidak memungkinkan. Maka kaum wanita tidak diperkenankan berangan-angan memperoleh keistimewaan kaum pria yang dengannya ia mengungguli kaum wanita.”

Syaikh Muhammad Nawawi bin ‘Umar Al-Makki mengatakan, “Kemudian Allah menjelaskan pahala laki-laki dan wanita adalah dengan usaha mereka (masing-masing). Dia berfirman (yang artinya), “{Bagi laki-laki ada bagian},” yaitu pahala, “{Atas apa yang mereka usahakan},” yaitu kebaikan seperti jihad dan menafkahi istri. “{Dan bagi wanita ada bagian),” yaitu pahala (atas apa yang mereka lakukan},” berupa kebaikan di rumah mereka, seperti menjaga kemaluan mereka, mentaati Allah dan suami mereka, dan penunaian mereka terhadap kebaikan rumah tangga berupa memasak, membuat roti, menjaga pakaian, kemaslahatan-kemaslahat hidup, serta seperti thalq dan menyusui.”

Lalu mungkin ada yang bertanya, “Lalu bagaimana solusi permasalahan ini?”
Jawab, kelanjutan ayat ini, yaitu, “Dan mintalah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya.”

Syaikh Muhammad Al-Khathib Asy-Syarbini memaparkan, “Janganlah kalian berangan-angan terhadap apa yang berada pada orang lain. Tapi mintalah kepada Allah atas apa yang kalian perlukan, tentu Allah akan mengabulkan untuk kalian dari perbendaharaan-perbendaharaan-Nya yang tidak mungkin habis.

Maka larangan Allah dari berangan-angan , karena di sana terdapat faktor untuk berlaku hasad dan iri. Yaitu seseorang menginginkan nikmat yang ada pada orang lain hilang; baik keinginannya itu untuk dirinya atau orang lain. Adapun ghibthah adalah seseorang berangan-angan ia memperoleh seperti yang ada pada orang lain (tanpa menginginkan nikmat yang ada pada orang lain hilang), maka ini boleh.
Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda, “Tidak boleh hasad –yaitu ghibthah- kecuali pada dua hal...” dsb. (HR Al-Bukhari)”

Perhatikan dengan seksama ayat ini! Hanya sekedar berangan-angan saja tidak boleh, apa lagi sampai berusaha untuk mewujudkan angan-angan itu, tentu sangat tidak boleh lagi.

Maka pada dasarnya emansipasi yang digembor-gemborkan oleh sementara oknum tertentu yang katanya membela kebebasan kaum hawa, adalah dakwaan yang sangat keliru dan jelas salah. Justru sealiknya, mereka hanya menginginkan agar wanita menganggung beban yang seharusnya ditanggung kaum adam malah dialihkan kepada kaum wanita yang sejatinya lemah.

Maka dapat kita simpulkan bahwa emansipasi yang diteriak-teriakkan oleh kalangan tertentu sebenarnya adalah penindasan dan pengurangan terhadap hak wanita!!!

Bagaimana tidak? Maksud emansipasi adalah menelanjangi wanita agar bisa dinikmati kaum laki-laki berhidung belang, memaksa mereka bersusah payah mencari kehidupan sendiri, dan akibatnya berimbas juga bagi kehidupan sang buah hati menjadi anak gelandangan yang tak terurus orangtuanya karena masing-masing sibuk dengan pekerjaannya.

Islam hanya menginginkan wanita cukup bekerja di rumah dan kaum laki-laki saja yang keluar untuk mencari nafkah keluarga. Itu saja. Dan hal semacam ini tidak berarti mengekang kebasan kaum wanita, justrus sebaliknya. Allahua’lam. []

Refrensi:
As-Siraj Al-Munir fil I’anah ‘ala Ma’rifati Ba’dhi Kalami Rabbina Al-Hakim Al-Khabir, karya Muhammad Al-Khathib Asy-Syarbini Asy-Syafi’i
Murah Labid li Kasyf Ma’na Quran Majid, karya Muhammad Nawawi Banten
Taisir Al-Karim Ar-Rahman fi Tafsir Kalam Al-Mannan, karya ‘Abdurrahman bin Nashir As-Si’di
Dan lainnya

Via Renungan Al-Qur'an

Tidak ada komentar:

Posting Komentar