dakwatuna.com - “Dan berapa banyak Nabi yang
berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang
bertaqwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka
di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh).
Allah menyukai orang-orang yang sabar.” (Ali Imran: 146)
Saudaraku…
Pengikut
yang bertaqwa adalah mereka yang tidak menjadi lemah karena bencana,
ujian, ketidakberuntungan yang menimpa mereka di jalan Allah, tidak lesu
dan tidak pula menyerah kepada musuh Allah dan Allah menyukai
orang-orang yang bersabar.
Ada fenomena kelesuan atau futur
dalam dimensi aqidah dan umumnya terjadi karena pergeseran orientasi
hidup, lebih berorientasi pada materi duniawi an sich. Dan ada juga
dalam dimensi ibadah dengan lemahnya disiplin -indhibath- terhadap
amaliyah ubudiyah yaumiyah (harian). Adapun dalam dimensi fikriyah
terlihat dengan lemahnya semangat meningkatkan ilmu. Di sisi lain
pergeseran adab islami menyelimuti akhlaq mereka, belum lagi rasa jenuh
dalam mengikuti aktivitas tarbawiyah atau pembinaan keislaman dan
hubungan yang terlalu longgar antar lawan jenis.
Dalam hidup akan
banyak ditemui bermacam jalan. Kadang datar, kadang menurun, kadang pula
meninggi. Begitu pula dalam perjalanan dakwah. Ada saatnya para muharrik
(orang yang bergerak) menemui jalan yang lurus dan mudah. Namun tidak
jarang menjumpai onak dan duri. Hal demikian juga terjadi pada muharrik.
Suatu saat ia memiliki kondisi iman yang tinggi. Di saat lain, iapun
dapat mengalami degradasi iman. Tabiat manusia memang menggariskan
demikian.
Dalam kondisi iman yang turun ini, para muharrik kadang terkena satu penyakit yang membahayakan kelangsungan gerang langkah dakwah. Yaitu penyakit futur atau kelesuan.
Saudaraku…
Futur
berarti putusnya kegiatan setelah kontinyu bergerak atau diam setelah
bergerak, atau malas, lamban dan santai setelah sungguh-sungguh.
Terjadinya
futur bagi muharrik, sebenarnya merupakan hal yang wajar. Asal saja
tidak mengakibatkan terlepasnya muharrik dari roda dakwah. Hanya
malaikat yang mampu kontinyu mengabdi kepada Allah dengan kualitas
terbaik.
Firman Allah, “dan kepunyaan-Nyalah segala apa yang
di langit dan di bumi dan malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka
tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tidak pula merasa
letih. Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada hentinya.”
(Al-Anbiya: 19-20)
Karena itu Rasulallah sering berdoa:
Artinya:
“Ya Allah, jadikanlah sebaik-baik umurku akhirnya. Ya Allah, jadikanlah
sebaik-baik amalku keridhaan-Mu. Ya Allah, jadikanlah sebaik-baik
hariku saat bertemu dengan-Mu.”
Penyebab Futur
Walaupun futur merupakan hal yang mungkin terjadi bagi muharrik, ada beberapa penyebab yang dapat menyegerakan timbulnya:
Pertama, berlebihan dalam din (Bersikap keras dan berlebihan dalam beragama)
Berlebihan
pada suatu jenis amal akan berdampak kepada terabaikannya
kewajiban-kewajiban lainnya. Dan sikap yang dituntut pada kita dalam
beramal adalah washathiyyah atau sedang dan tengah-tengah agar tidak
terperangkap dalam ifrath dan tafrith (mengabaikan kewajiban yang lain).
Dalam hadits yang lain Rasul bersabda:
“Sesungguhnya
Din itu mudah, dan tidaklah seseorang mempersulitnya kecuali akan
dikalahkan atau menjadi berat mengamalkannya.” (H.R. Muslim)
Karena itu, amal yang paling di sukai Allah swt. adalah yang sedikit dan kontinyu.
Kedua, berlebih-lebihan dalam hal yang mubah. (Berlebihan dan melampaui batas dalam mengkonsumsi hal-hal yang diperbolehkan)
Mubah
adalah sesuatu yang dibolehkan. Namun para sahabat sangat menjaganya.
Mereka lebih memilih untuk menjauhkan diri dari hal yang mubah karena
takut terjatuh pada yang haram. Berlebihan dalam makanan menyebabkan
seseorang menjadi gemuk. Kegemukan akan memberatkan badan. Sehingga
orang menjadi malas. Malas membuat seseorang menjadi santai. Dan santai
mengakibatkan kemunduran. Karena itu secara keseluruhan hal ini bisa
menghalangi dalam amal dakwah.
Ketiga, memisahkan diri dari kebersamaan atau jamaah (Mengedepankan hidup menyendiri dan berlepas dari organisasi atau berjamaah)
Jauhnya seseorang dari berjamaah membuatnya mudah didekati syaitan. Rasul bersabda: “Setan itu akan menerkam manusia yang menyendiri, seperti serigala menerkam domba yang terpisah dari kawanannya.” (H.R. Ahmad)
Jika
setan telah memasuki hatinya, maka tak sungkan hatinya akan melahirkan
zhan (prasangka) yang tidak pada tempatnya kepada organisasi atau
jamaah. Jika berlanjut, hal ini menyebabkan hilangnya sikap tsiqah
(kepercayaan) kepada organisasi atau jamaah.
Dengan berjamaah,
seseorang akan selalu mendapatkan adanya kegiatan yang selalu baru. Ini
terjadi karena jamaah merupakan kumpulan pribadi, yang masing-masing
memiliki gagasan dan ide baru. Sedang tanpa jamaah seseorang dapat
terperosok kepada kebosanan yang terjadi akibat kerutinan. Karena itu
imam Ali berkata: “Sekeruh-keruh hidup berjamaah, lebih baik dari bergemingnya hidup sendiri.”
Keempat, sedikit mengingat akhirat (Lemah dalam mengingat kematian dan kehidupan akhirat)
Saudaraku…
Banyak
mengingat kehidupan akhirat membuat seseorang giat beramal. Selalu
diingat akan adanya hisab atas setiap amalnya. Kebalikannya, sedikit
mengingat kehidupan akhirat menyulitkan seseorang untuk giat beramal.
Ini disebabkan tidak adanya pemacu amal berupa keinginan untuk
mendapatkan ganjaran di sisi Allah pada hari yaumul hisab nanti. Karena
itu Rasulullah bersabda: “Jika sekiranya engkau mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya engkau akan banyak menangis dan sedikit tertawa.”
Kelima, melalaikan amalan siang dan malam (Tidak memiliki komitmen yang baik dalam mengamalkan aktivitas ’ubudiyah harian)
Pelaksanaan
ibadah secara tekun, membuat seseorang selalu ada dalam perlindungan
Allah. Selalu terjaga komunikasi sambung rasa antara ia dengan Allah
swt. Ini membuatnya mempersiapkan kondisi ruhiyah atau spiritual yang
baik sebagai dasar untuk bergerak dakwah. Namun sebaliknya, kelalaian
untuk melaksanakan amalan, berupa rangkaian ibadah baik yang wajib
maupun sunnah, dapat membuat seseorang terjerumus untuk sedikit demi
sedikit merenggangkan hubungannya dengan Allah. jika ini terjadi, maka
sulit baginya menjaga kondisi ruhiyah dalam keadaan taat kepada Allah.
kadang hal ini juga berkaitan dengan kemampuan untuk berbicara kepada
hati. Dakwah yang benar, selalu memulainya dengan memanggil hati
manusia, sementara sedikitnya pelaksanaan ibadah membuatnya sedikit
memiliki cahaya.
Allah berfirman: “Barang siapa tidak diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah, tiadalah ia mempunyai cahaya sedikit pun.” (An-Nur: 40)
Keenam, masuknya barang haram ke dalam perut (Mengkonsumsi sesuatu yang syubhat, apalagi haram)
Ketujuh, tidak mempersiapkan diri untuk menghadapi tantangan. (Tidak mempersiapkan diri untuk menghadapi berbagai rintangan dan tantangan dakwah)
Setiap
perjuangan selalu menghadapi tantangan. Haq dan bathil selalu berusaha
untuk memperbesar pengaruhnya masing-masing. Akan selalu ada orang-orang
Pendukung Islam. Di lain pihak akan selalu tumbuh orang-orang pendukung
hawa nafsu. Dan dalam waktu yang Allah kehendaki akan bertemu dalam
suatu “fitnah”. Dalam bahasa Arab, kata “fitnah” berasal dari kata yang
digunakan untuk menggambarkan proses penyaringan emas dari batu-batu
lainnya. Karena itu “fitnah” merupakan sunnatullah yang akan mengenai
para pelaku dakwah. Dengan “fitnah” Allah juga menyaring siapa hamba
yang masuk golongan shadiqin dan siapa yang kadzib (dusta). Dan jika
fitnah itu datang, sementara ia tidak siap menerimanya, besar
kemungkinan akan terjadi pengubahan orientasi dalam perjuangannya. Dan
itu membuat futur. Allah Berfirman:
“Hai orang-orang yang
beriman sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang
menjadi musuh bagimu. Maka hati-hatilah kamu terhadap mereka.”
(Al-Ahqaf: 14)
Kedelapan, bersahabat dengan orang-orang yang lemah (Berteman dengan orang-orang yang buruk dan bersemangat rendah)
Kondisi
lingkungan (biah) dapat menentukan kualitas seseorang. Teman yang baik
akan melahirkan lingkungan yang baik. Akan tumbuh suasana ta’awun atau
tolong-menolong dan saling menasihatkan. Sementara teman yang buruk
dapat melunturkan hamasah (kemauan) yang semula telah menjadi tekad.
Karena itu Rasulullah bersabda:
“Seseorang atas diri sahabatnya, hendaklah melihat salah seorang di antara kalian siapa ia berteman.” (H.R. Abu Daud)
Kesembilan, spontanitas dalam beramal (Tidak ada perencanaan yang baik dalam beramal, baik dalam skala individu atau fardi maupun komunitas atau jama’i)
Amal
yang tidak terencana, yang tidak memiliki tujuan sasaran dan sarana
yang jelas, tidak dapat melahirkan hasil yang diharapkan. Hanya akan
timbul kepenatan dalam berdakwah, sementara hasil yang ditunggu tak
kunjung datang. Karena itu setiap amal harus memiliki minhajiatul amal
(sistematika kerja). Hal ini akan membuat ringan dan mudahnya suatu
amal.
Kesepuluh, jatuh dalam kemaksiatan (Meremehkan dosa dan maksiat)
Perbuatan
maksiat membuat hati tertutup dengan kefasikan. Jika kondisi ini
terjadi, sulit diharapkan seorang juru dakwah mampu beramal untuk
jamaahnya. Bahkan untuk menjaga diri sendiri pun sulit.
Cara Mengobati Kelesuan
Saudaraku…
Untuk mengobati penyakit futur ini, beberapa ulama memberikan beberapa resep.
Pertama, jauhi kemaksiatan
Kemaksiatan akan mendatangkan kemungkaran Allah. Dan pada akhirnya membawa kepada kesesatan. Allah berfirman:
“Dan
janganlah kamu melampaui batas yang menyebabkan kemurkaan-Ku menimpamu.
Dan barang siapa ditimpa musibah oleh kemurkaan-Ku, maka binasalah ia.”
(Thaha: 81)
Jauh dari kemaksiatan akan mendatangkan hidup
yang akan lebih berkah. Dengan keberkahan ini orang dapat terhindar dari
penyakit futur. Allah berfirman:
“Jikalau penduduk
negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah kami melimpahkan kepada
mereka keberkahan dari langit dan dari bumi.” (Al-A’raf: 96)
Kedua, tekun mengamalkan amalan siang dan malam
Amalan
siang dan malam dapat melindungi dan menjaga pelaku dakwah untuk selalu
berhubungan dengan Allah swt. Hal ini dapat menjauhkannya dari
perbuatan yang tidak mendapat restu dari Allah.
Allah berfirman:
“Dan
hamba-hamba yang baik dari Rabb Yang Maha Penyayang itu, ialah orang
berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil
menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang (mengandung)
keselamatan. Dan orang-orang yang melalui malam harinya dengan bersujud
dan berdiri untuk Rabb mereka.” (Al-Furqan: 63-64)
Ketiga, mengintai waktu-waktu yang baik
Dalam
banyak hadits Rasulullah saw. banyak menginformasikan adanya
waktu-waktu tertentu dimana Allah swt. lebih memperhatikan doa
hamba-Nya. Sepertiga malam terakhir, hari Jum’at, antara dua khutbah,
ba’da Ashar hari Jum’at, bulan Ramadhan, bulan Zulqaedah, Zulhijjah,
Muharram, rajab dll. Waktu-waktu itu memiliki keistimewaan yang dapat
mengangkat derajat seseorang di hadapan Allah.
Keempat, menjauhi hal-hal yang berlebihan.
Berlebihan
dalam kebaikan bukan merupakan tindakan bijaksana. Apalagi berlebihan
dalam keburukan. Allah memerintah manusia sesuai dengan kemampuannya.
Firman Allah:
“Maka bertaqwalah kamu kepada Allah sesuai dengan kesanggupanmu!” (At-Taghabun: 6)
Islam
adalah Din tawazun (keseimbangan). Disuruhnya pemeluknya memperhatikan
akhirat, namun jangan melupakan kehidupan dunia. Seluruh anggota tubuh
dan jiwa mempunyai haknya masing-masing yang harus ditunaikan. Dalam
ayat lain Allah berfirman:
“Demikianlah kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat pertengahan (adil) dan pilihan. (Al-Baqarah: 143)
Kelima, melazimi Jamaah
“Berjamaah itu rahmat, Firqah (perpecahan) itu azab.” demikian sabda Rasulullah. Dalam hadits yang lain beliau bersabda: “Barangsiapa yang menghendaki tengahnya surga, hendaklah ia melazimi jamaah.”
Dengan
jamaah seorang muharrik akan selalu berada dalam majelis dzikir dan
pikir. Hal ini membuatnya selalu terikat dengan komitmennya semula. Juga
jamaah dapat memberikan program dan kegiatan yang variatif. Sehingga
terhindarlah ia dari kebosanan dan rutinitas.
Keenam, mengenal kendala yang akan menghadang
Saudaraku…
Pengetahuan
pelaku dakwah dan pejuang akan tabiat jalan yang hendak dilalui serta
rambu-rambu yang ada, akan membuatnya siap, minimal tidak gentar, untuk
menjalani rintangan yang akan datang. Allah berfirman:
“Dan
beberapa banyak Nabi yang berperang bersama mereka sebagian besar karena
bencana yang menimpa di jalan Allah, dan tidak pula lesu dan tidak pula
menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar.” (Ali
Imran: 146)
Ketujuh, teliti dan sistemik dalam kerja.
Dengan
perencanaan yang baik, Pembagian tugas yang jelas, serta kesadaran akan
tanggung jawab yang diemban, dapat membuat harakah menjadi harakatul
muntijah (harakah yang berhasil). Perencanaan akan menyadarkan pejuang,
bahwa jalan yang ditempuh amat panjang. Tujuan yang akan dicapai amat
besar. Karena itu juga dibutuhkan waktu, amal dan percobaan yang besar.
Jika ini semua telah dimengerti, insya Allah akan tercapai
sasaran-sasaran yang telah ditentukan.
Kedelapan, memilih teman yang shalih
Rasulullah bersabda:
“Seseorang tergantung pada sahabatnya, maka hendaklah ia melihat dengan siapa ia berteman.” (H.R. Abu Daud)
Kesembilan, menghibur diri dengan hal yang mubah
Bercengkerama
dengan keluarga, mengambil secukupnya kegiatan rekreatif serta
memberikan hak badan secara cukup mampu membuat diri menjadi segar
kembali untuk melanjutkan amal yang sedang dikerjakan.
Kesepuluh, mengingat mati, surga dan neraka
Rasulullah bersabda: “Jika sekiranya engkau mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya engkau akan banyak menangis dan sedikit tertawa.”
Saudaraku…
Ketahuilah, bahwa futur menyebabkan jalan dakwah yang harus di tempuh menjadi lebih panjang, sebab tidak mendapatkan ma’iyatullah (kebersamaan dan pembelaan Allah) dan daya intilaq
(lompatan) kita menjadi lebih berat, baik karena borosnya biaya dan
rontoknya para pejuang dan penyeru dakwah. Mudah-mudahan Allah selalu
menjaga kita, Amin. Wallahu a’lam bis shawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar