Rabu, 23 Januari 2013

Waspada Gangguan Testosteron pada Anak Laki-laki

KOMPAS.com - Testosteron merupakan hormon seks pria yang paling penting. Kekurangan atau ketidakseimbangan hormon ini bisa memengaruhi perkembangan seksual serta kesuburan. Salah satu penyakit yang diacu sebagai kekurangan testosteron pada anak laki-laki adalah hipogonadisme.
Hipogonadisme adalah penurunan fungsi testis yang disebabkan oleh gangguan hormon. Hipogonadisme dijumpai jika didapatkan konsentrasi hormon testosteron rendah dan bisa terjadi di segala usia, bahkan sebelum kelahiran.

Hipogonadisme pada usia pubertas bisa mengganggu perkembangan berbagai karakter seksual sekunder.  Menurut Dr.Em Yunir, Sp.PD-KEMD, konsultan endokrin metabolik, FKUI/RSCM, ada beberapa ciri hipogonadisme yang patut dicurigai pada anak yang sedang dalam usia pubertas.
Ciri tersebut antara lain belum terlihat tumbuhnya kumis atau rambut halus, penis tidak berkembang, suara tidak pecah, dan penampakan wajah masih seperti anak-anak atau babby face.

"Untuk memastikannya, kita harus yakinkan apakah hormon testosteron di dalam darahnya rendah atau tidak," ujarnya, saat acara seminar media, Jumat, (15/6/2012).

Berdasarkan waktu kejadiannya, kata Yunir, hipogonadisme dapat dijumpai sejak masa pertumbuhan di dalam kandungan, masa kanak-kanak (pra pubertas),  dan usia dewasa, sehingga menunjukkan manifestasi klinis yang berbeda-beda.

Jika terjadi pada masa pertumbuhan dalam kandungan, maka hipogonadisme akan mengganggu perkembangan pembentukan organ seks. Sedangkan jika terjadi pada masa prapubertas, akan mengganggu tanda-tanda seksual sekunder seperti bentuk tubuh, perkembangan penis, otot, kematangan suara, dan rambut.

"Orangtua harus waspada akan kelainan yang mungkin terjadi selama masa tumbuh kembang dan mengkonsultasikan jika terdapat kecurigaan," jelasnya.

Sementara pada pria dewasa dengan hipogonadisme, keluhan yang sering dirasakan biasanya berupa penurunan libido, disfungsi ereksi, penurunan masa otot dan gangguan mood yang disertai penurunan kadar hormon testosteron. Kadar testosteron total dibawah 230 mg/dl merupakan batas untuk memberikan substitusi testosteron.

"Pada anak laki-laki, terapi pengganti testosteron (TRT) mampu merangsang pubertas dan perkembangan karakteristik seks sekunder," ungkapnya.

Hipogonadisme tidak hanya disebabkan oleh penyakit di otak atau pada testis, tetapi juga dapat terjadi akibat penyakit-penyakit kronis tertentu seperti obesitas, sindrom metabolik, hipertensi dan diabetes tipe 2. Tidak ada risiko peningkatan kematian pada pasien dengan hipogonadisme, namun masalah yang lebih sering dialami biasanya infertil dan osteoporosis.
Diagnosis dini dan pengobatan yang tepat bisa membantu mencegah keterlambatan pubertas pada anak laki-laki. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar