Nikmatnya Hidup Sederhana
"Tidak
bakal susah orang yang hidup sederhana." Demikian sabda Nabi Muhammad
SAW dalam riwayat Imam Ahmad. Hadits ini hanyalah salah satu dari sekian
banyaknya sabda Nabi yang menyerukan pentingnya hidup sederhana. Dan,
prinsip kesederhaan ini tidak hanya terucap melalui kata-kata tetapi
juga mengejawantah dalam laku keseharian beliau.
Ibnu Amir
pernah memberikan kesaksian perihal hebatnya kesederhanaan dan
ketawadhuan Rasulullah, di tengah kedudukannya yang luhur di antara umat
manusia. "Aku pernah melihat Rasul melempar jumrah dari atas unta tanpa
kawalan pasukan, tanpa senjata, dan juga tanpa pengawal."
Menurut Ibnu Amir, Rasul menaiki keledai berpelanakan kain beludru dan
dibonceng pula. Sering menjenguk orang yang sakit, mengantar jenazah,
menghadiri undangan dari seorang budak, mengesol sandalnya, menambal
pakaiannya, dan mengerjakan pekerjaan rumah bersama isteri-isterinya.
Pernah suatu ketika, Rasulullah bertemu dengan seorang laki-laki yang
kemudian gemetar karena kewibawaan beliau. Melihat hal itu, Muhammad SAW
berujar untuk menenangkan laki-laki tersebut, "Tenanglah aku bukanlah
seorang raja, namun aku hanyalah anak dari wanita Quraisy yang makan
dendeng."
Saat dia berkumpul dan berbaur dengan para
sahabatnya, tak tebersit sedikit pun sikap untuk menonjolkan dirinya.
Sehingga, manakala ada seorang tamu asing datang ia tak bisa membedakan
Rasulullah dengan para sahabatnya. Ini memaksanya bertanya yang mana
Rasulullah.
Bayangkan, seorang tokoh publik kelas dunia-akhirat
sulit dikenali lantaran kesederhanaan dan ketawadhuannya. Memilih hidup
sederhana tidak identik dengan hidup miskin, atau memerosokkannya dalam
kemiskinan, sebagaimana tercermin dalam hadits di atas. Sementara itu,
di kalangan sahabat kita mengenal Mush'ab bin Umair.
Pemuda ini
kaya raya, tampil trendi, dan serba mewah, namun ketika tersibghah
dengan nilai-nilai Islam, ia menjadi pemuda yang sederhana. Demikian
Islam menginspirasi umatnya, yakni sederhana dalam berbagai hal, mulai
dari cara berpakaian, bertempat tinggal, berkendaraan, dan sebagainya.
Bukan sebaliknya, bergaya hidup secara berlebih-lebihan, glamour,
boros, dan bermegah-megahan. Allah berfirman, "Makan dan minumlah, dan
janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berlebih-lebihan." (QS. Al-A'raf: 31)
Mengapa
demikian, karena terbukti gaya hidup mewah, berlebih-lebihan, konsumtif,
dan boros, seringkali menyeret pelakunya untuk melakukan hal apa pun
demi memenuhi segenap nafsu dan ambisinya, serta memuaskan gengsinya.
Entah dengan cara korupsi, mencuri, menipu, dan tindakan negatif
lainnya.
Wallahu a'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar