MISTERI HAIKAL SULAIMAN
Oleh : asy Syaikh Mamduh Farhan al Buhairi
Haikal Sulaiman ‘alaihis salam yang diklaim orang-orang Yahudi
terpendam dan tertimbun di area Masjid al-Aqsa sekarang adalah salah
satu isu utama di balik penjajahan Israel di Palestina. Tulisan ini
memaparkan secara ringkas informasi tentang Haikal Sulaiman itu sendiri
dan misteri keberadaannya.
Haikal Sulaiman ialah tempat ibadah
yang dibangun oleh Nabi Sulaiman ‘alaihis salam termasuk penyembelihan
kurban persembahan kepada Allah ‘azza wa jalla. Dalam Haikal ini
terdapat kuil suci, dan tabut. Didirikan di kola Ursyalim (Yerusalem) di
atas bukit Muria, di tempat yang sama Nabi Daud ‘alaihissalam
sebelumnya juga mendirikan tempat beliau beribadah.
Bani Israel
mengalami peperangan dalam rentang waktu cukup lama. Mereka
berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain tanpa wilayah pemukiman
yang pasti, demikian seterusnya sampai era Nabi Daud ‘alaihis salam.
Oleh karena itu mereka pun tidak memiliki rumah ibadah untuk
melaksanakan ritual ibadah. Mereka mengusung-usung tabut dari satu
tempat ke tempat yang lain. Ketika Nabi Sulaiman ’alaihis salam
memerintah Bani Israel, kondisinya sudah sangat membaik, beliau berhasil
meredam peperangan. Periode beliau dapat dipandang sebagai masa
keemasan Bani Israel; harta berlimpah, kondisi keamanan stabil,
pemerintahan kerajaan mapan. Deegan situasi yang kondusif seperti itu
Nabi Sulaiman pun dapat mendirikan Haikal.
Tabut sendiri adalah
peti yang dibuat Bani Israel, di dalamnya terdapat tongkat Nabi
Sulaiman ’alaihissalam dan Nabi Harun ’alaihissalam ; juga dua lempengan
batu yang bertuliskan ayat-ayat Taurat; dan naskah kitab Taurat yang
diyakini ditulis tangan oleh Nabi Musa ’alaihissalam; berikutnya bejana
isi tiga liter yang di dalamnya ada al-mann, yaitu makanan dan minuman
yang sama sekali tidak melibatkan campur tangan manusia. Al-Mann ialah
sejenis manisan yang dihasilkan oleh pohon-pohonan yang mendapat siraman
hujan sehingga terbentuk seperti sarang burung, kurang lebih seperti
sarang burung Layang-layang. Sebagian ulama Tafsir ada yang mengatakan
bahwa al-Mann itu adalah sarang burung Gagak. Sedangkan salwa adalah
sejenis burung yang gemuk penuh daging. Allah ‘azza wa jalla berfirman
dalam al-Qur’an,
“Dan Kami menaungi kamu dengan awan, dan Kami turunkan untuk kamu mann dan salwa” (Q.S. al-Baqarah 02: 57)
Mann dan Salwa diturunkan Allah kepada Bani Israel.
Nabi Sulaiman ’alaihissalam memulai pembangunan Haikal pada tahun
keempat pemerintahan beliau dengan mempekerjakan 180 ribu pekerja.
Bebatuannya didatangkan dari Yaman, dan kayu dari Libanon.
Tiang-tiangnya berlapis emas murni, sementara dindingnya dihiasi dengan
batu permata dan pualam. Pembangunan Haikal memakan waktu delapan tahun
berturut-turut.
Didalam Haikal Sulaiman terdapat :
1.
Kuil Suci: bangunan permanen berbentuk kubus, tidak berjendela, dibangun
di area tertinggi Haikal Sulaiman yang disebut dengan Haikal. Antara
Kuil Suci dan bagian lain bangunan terdapat dinding pemisah dan rantai
dari emas, dan beberapa pintu yang hanya dimasuki oleh para pemimpin
spiritual pada hari pengampunan.
2. Tabut adalah-tempat–menyimpan Tabut sebagaimana yang telah disebutkan di atas.
3. Karaben ialah: patung-patung burung bersayap besar yang menaungi tabut di bagian kiri dan kanan Haikal Sulaiman.
4. Altar Kurban,yaitu: tempat penyembelihan kurban yang dilaksanakan setiap hari sebagai ibadah kepada Allah.
5. Menara dan Meja Roti Persembahan, yaitu tiang-tiang di mana di bawahnya diletakkan kurban dan roti persembahan.
6. Tempat mencuci kurban dan mandi pemimpin spiritual, terdapat di luar Haikal.
Haikal Sulaiman mengalami tiga kali penghancuran, yang semuanya terjadi
sebelum Masehi. Penghancuran pertama dilakukan oleh Raja Nebukadnezar
ketika berhasil menguasai Yerusalem. Setelah Raja Heredos membangunnya
kembali untuk menarik simpati orang-orang Yahudi, Haikal Sulaiman
kembali dihancurkan oleh Raja Anthiokhos yang menyerang Yerusalem.
Kemudian Herodos kembali merebut kekuasaan dengan bantuan orang-orang
Romawi, dia pun kembali membangun Haikal untuk kali ketiga. Tetapi tidak
lama kemudian kekuasaannya berakhir di tangan panglima perang Romawi
Adrianus yang juga menghancurkan Yerusalem dan membersihkannya dari
orang-orang Yahudi dengan melakukan pembantaian dan pengusiran.
Demikian kehancuran bangunan Haikal Sulaiman ini.
Setelah agama
Nasrani tersebar di Palestina, orang-orang Nasrani pun menghancurkan
pondasi Haikal Sulaiman di masa pemerintahan kaisar Romawi Konstantin,
sehingga tidak berbekas sama sekali kecuali bagian pagar yang sebagian
besarnya adalah dinding Buraq atau yang disebut oleh orang Yahudi saat
ini sebagai tembok ratapan. Bagian-bagian yang hilang tidak berbekas itu
yang hingga sekarang masih dicari-cari oleh orang Yahudi. Motivasi
mereka untuk menemukan kembali situs Haikal ialah: menghancurkan Masjid
al-Aqsa dan membangun kembali Haikal Sulaiman.
Sesunggulinya
tidak seorang pun yang menyangkal bahwa Nabi Sulaiman ‘alaihissalam
telah membangun tempat suci untuk beribadah kepada Allah ‘azza wa jalla;
tidak dipungkiri bahwa bangunan tersebut pun menjadi salah satu rumah
Allah. Oleh karena itu Allah menyebutnya dalam al-Qur’an sebagai
al-Masjid al-Aqsa sebagaimana yang terdapat di awal surah al-Isra.
Orang-orang Yahudi pada saat ini berusaha keras untuk membuktikan bahwa
Haikal Sulaiman sebagaimana yang dibangun oleh Nabi Sulaiman berada
tepat dan terkubur pada lokasi Masjid al-Aqsa hari ini dengan luas yang
sama. Namun demikian, terlepas apakah mereka betul akan menemukannya
atau tidak ada sama sekali, sesungguhnya kita umat Islam lebih berhak
atas Nabi Sulaiman dan rumah ibadah yang telah beliau bangun. Gambar
rekaan bangunan Haikal Sulaiman seperti yang dipublikasikan oleh
orang-orang Yahudi kepada dunia sebenarnya tidak memiliki sumber yang
jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu desain dan ornamen
bangunan yang ditampilkan menjadi pertanyaan tersendiri di kalangan
arkeolog; karena jelas-jelas bercorak Romawi, berbeda jauh dengan gaya
bangunan yang dikenal pada masa Nabi Sulaiman.
Dari sisi lain,
kata Haikal sendiri berasal dari bahasa Sumeria aikal kemudian diarabkan
menjadi Haikal yang berarti bangunan besar, kemudian lebih umum
digunakan untuk bangunan besar yang dipakai untuk beribadah. Karena itu
rumah ibadah yang dibangun oleh Nabi Sulaiman tersebut pun beliau sebut
Aikal. Kita umat Islam beriman bahwa Nabi Sulaiman bin Daud `alaihima
as-salam beliaulah yang mendirikan Masjid al-Aqsa. Orang Yahudi
menyebutnya Haikal, dan kita menyebutnya Masjid. Imam Ahmad dalam
Musnad-nya dan Ibnu Majah dalam Sunan-nya meriwayatkan dengan sanad yang
shahih dari Amru bin al-’Ash bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
“Tatkala Sulaiman bin Daud selesai membangun
Baital-Magdis, dia berdo’a kepada Allah meminta tiga perkara: Hukum yang
sesuai dengan hukum-Nya; kekuasaan yang tidak dimiliki oleh seorang
pun setelah dia; dan tidak seorang pun yang mendatangi masjid ini
semata-mata untuk shalat, melainkan dihapuskan dosa-dosanya sebagaimana
dia dilahirkan oleh ibunya. Rasulullah berkata, ‘Adapun yang dua,
sesungguhnya Allah telah mengabulkannya, saya berharap beliau juga
diberi yang ketiga.’”
Masjid al-Aqsa yang ada sekarang dibangun
di atas reruntuhan Masjid yang dibangun oleh Nabi Sulaiman
‘alaihissalam yang disebut Haikal oleh orang Yahudi, tetapi
sumber-sumber Yahudi sendiri saling bertentangan dalam menjelaskan
luasan dan spesifikasi atau rincian Haikal. Dalam kitab Hezkel (42: 15,
19) dijelaskan bahwa panjang masing-masing pagar terluar ialah 500
qasbah sehingga luas totalnya ialah 2,5 kilometer persegi. Padahal pada
saat itu luas Masjid al-Aqsa tidak lebih dari satu kilometer persegi.
Inilah diantara bukti ketidakbenaran tuduhan orang‑orang Yahudi.
Pertentangan serupa juga terdapat antara perjanjian lama dan
sumber-sumber Yahudi; keterangan yang terdapat dalam Safar Raja-Raja
Pertama (6:3) berbeda sekali dengan yang disebutkan dalam Berita
Hari-Hari Kedua (3:3). Selain membuktikan kebohongan klaim Haikal
Sulaiman versi Yahudi, pertentangan itu juga membuktikan bahwa
kitab-kitab tersebut bukanlah kitab suci yang murni dari Allah; mustahil
kontradiksi semacam ini dilakukan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, Maha
Suci Allah dari hal-hal seperti itu.
Sesungguhnya dalih
orang-orang Yahudi dalam melakukan penggalian di bawah masjid al-Aqsa
dalam rangka mencari dan meneliti situs peninggalan Nabi Sulaiman adalah
kebohongan belaka, karena Masjid al-Aqsa berada di daratan tinggi yang
terdiri atas bebatuan, bukan tanah atau padang pasir. Dengan demikian
mustahil dibawahnya tertimbun situs-situs peninggalan Nabi Sulaiman.
Gambar Haikal yang dipublikasikan oleh Yahudi sendiri pun menggambarkan
bahwa posisinya yang berada didataran tinggi dikelilingi oleh pagar pada
keempat sisinya persis seperti Masjid yang ada sekarang. Oleh karena
itu dapat disimpulkan bahwa tujuan sebenarnya dari penggalian yang
mereka lakukan di bawah Masjid al-Aqsa adalah untuk membuat keropos
tanah pertapakan Masjid supaya ambruk. Jika Masjid telah ambruk – demi
Allah, semoga hal tersebut tidak terjadi – maka Masjid tersebut pun
tinggal puing-puing dan sisa-sisanya, sehingga status kita umat Islam
sama dengan mereka, sama-sama tidak memiliki bangunan fisik hanya situs
bersejarah, lalu masing-masing pihak, baik kaum Muslim maupun Yahudi
sama-sama mengajukan klaim hak untuk membangun kembali tempat suci di
sana. Selain itu penggalian dan penghancuran terselubung terhadap Masjid
al-Aqsa mereka lakukan juga dalam rangka berusaha menemukan kembali
tulang-belulang Yasu’ dan harta peninggalan Nabi Sulaiman yang mereka
yakini terpendam di sekitar lokasi ini.
Patut diketahui bahwa
Quds, berdasarkan piagam internasional tidak dianggap sebagai kota Arab
maupun Yahudi, tetapi dibawah penguasaan amnesti Internasional, karena
keberadaannya sebagai warisan peradaban dunia,berdasarkan resolusi tahun
1947, yang berarti bahwa masyarakat Internasionallah yang berhak
menentukan bangunan apa yang lebih pantas dibangun kembali jika Masjid
al-Aqsa betul-betul runtuh. Jika itu sampai terjadi kita dapat menebak
ke arah mana pilihan “masyarakat internasional” tersebut di arahkan.
Oleh karenanya umat Islam harus mewaspadai tipu daya Yahudi, wajib
untuk menyatukan kata menghadang tindak-tanduk orang-orang Yahudi yang
membabi buta terhadap tanah dan Masjid yang diberkahi Allah.
Sesungguhnya hal tersebut merupakan amanah di pundak kita. Hendaklah
kita mencemaskan suatu pagi saat kita bangun tidur ternyata kita tidak
lagi menjumpai Masjid al-Aqsa di tempatnya, lalu kita pun menyesali,
tetapi penyesalan di waktu yang tidak lagi berguna.
Sumber :
*Kisahislam.net
*Disalin dari Majalah Qiblati, Edisi 2 Th.VIII, Muharram – Safar 1434H, Desember 2012 – Januari 2013, Hal.24-29
Tidak ada komentar:
Posting Komentar