DUA KENDARAAN KITA MENUJU ALLAH SWT
Saudaraku…
Pada suatu Umar bin Khattab ra pernah bertutur:
“Sekiranya sabar dan syukur adalah sebuah kendaraan. Maka aku tidak tahu mana yang lebih dahulu aku naiki.”
(Mawa’izh as shahabah, Shalih Ahmad al Syami).
Saudaraku..
Mengadakan perjalanan, terlebih perjalanan jauh tanpa fasilitas
kendaraan adalah musibah dan bencana. Kepenatan dan kelelahan pasti
menghampiri kita dan mungkin kita tak akan sampai pada tujuan. Kalaupun
ada kendaraan, tapi tidak memenuhi syarat, terkadang justru akan
menambah masalah, seperti mogok di perjalanan, terseok-seok dan
seterusnya.
Sabar dan syukur adalah dua kendaraan yang kita
pergunakan untuk mengadakan perjalanan menuju Allah swt. Kedua kendaraan
itu harus selalu menyertai kita untuk menjaga keseimbangan dalam
perjalanan. Ketiadaan atau kehilangan salah satu dari kendaraan ini,
maka perjalanan kita menjadi oleng dan tidak seimbang.
Bahkan
Ibnu Mas’ud menyebut bahwa iman itu terdiri dari dua bagian. Setengahnya
adalah sabar, dan separohnya lagi adalah syukur.
Artinya tiada
iman bagi orang yang tidak memiliki kesabaran dan syukur. Semakin
sempurna sifat sabar dan tanda syukur yang kita miliki, berarti semakin
baik pula iman yang tersemat di dalam jiwa kita. Sebaliknya, lunturnya
sifat sabar dan syukur merupakan lambang ringkihnya iman dalam hati
kita.
Saudaraku..
Ibnu Taimiyah menyebutkan bahwa kata
sabar tertera dalam al Qur’an lebih dari tujuh puluh tempat. Sedangkan
dalam tafsir al Sya’rawi disebutkan bahwa kata syukur dan turunannya
disebut dalam al Qur’an sebanyak tujuh puluh lima kali.
Hal ini
menunjukan bahwa kedua sifat tersebut tidak bisa kita tanggalkan
walaupun sesaat dari diri kita. Karena memang keduanya saling terkait
dan tidak bisa dipisah-pisahkan. Mungkinkah kita disebut insan penyabar,
jika kita jauh dari kata syukur? Dan bisakah kita dinamakan manusia
bersyukur tanpa memiliki kesabaran?.
Sauadaraku..
Dalam
mendaki puncak ubudiyah, sabar mutlak kita butuhkan. Tanpa sabar, kita
tak akan pernah sampai ke puncaknya. Dan bahkan mungkin kita akan
terpelanting jatuh terkapar.
Shalat, puasa, haji ke baitullah,
sedekah dan zakat, jihad di jalan Allah, memelihara amalan-amalan sunnah
dan yang senada dengan itu. Perlu kesabaran ektra.
Menjaga
keharmonisan rumah tangga. Mendidik anak. Berinteraksi dengan masyarakat
yang memiliki latar belakang pendidikan, warna kulit, adat istiadat,
suku dan strata sosial berbeda. Bergaul dengan tetangga. Konsisten di
jalan kekuasaan dan kursi jabatan dan seterusnya. Semuanya memerlukan
kesabaran lebih.
Sabar juga dituntut dalam menghadapi musibah,
bencana dan hal-hal yang tidak kita harapkan menyapa kita. Demikian pula
sabar dalam menjauhi dosa dan maksiat serta godaan dunia lainnya, bukan
perkara yang ringan dan mudah untuk kita lakukan.
Sabar dalam melaksanakan kewajiban syari’at dan menjauhi larangan-larangan-Nya merupakan bukti kesyukuran kita.
Saudaraku..
Untuk mengetahui kedalaman rasa syukur kita kepada Allah, cukup dengan
kita menghitung nikmat yang Allah swt karuniakan kepada kita. Jika dari
hari ke hari, nikmat pemberian-Nya semakin berkurang, sejatinya telah
berkurang pula rasa syukur kita kepada-Nya. Bukankah Allah swt
berfirman, “Jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah nikmat-Ku
kepadamu.” Ibrahim: 7.
Syukur, akan membuat hidup kita
berpelangi. Kaya atau miskin. Sehat atau sakit. Bahagia atau merana.
Lapang atau sempit. Apapun jabatan kita. Bagaimanapun keadaan kita.
Selama hati dipenuhi rasa syukur, maka seulas senyum pasti mampu kita
hadirkan dalam hidup kita.
Syukurnya hati, berarti kita
mengakui karunia dan pemberian-Nya. Syukurnya lisan, wewujud dalam
ucapan “Alhamdulillah” dengan sepenuh nafas. Dan syukurnya anggota
tubuh, adalah mempergunakan anggota tubuh untuk mengabdi kepada Allah
swt.
Dan bukti syukur kita kepada Allah swt, karena Dia telah
mempertemukan kita dengan bulan yang mulia; Ramadhan. Adalah dengan
memaksimalkan ukiran amal shalih, berbuat kebajikan, menghadirkan amal
keta’atan di bulan ini. Sehingga keteledoran kita di Ramadhan
sebelumnya, tidak terulang kembali pada Ramadhan kali ini.
Saudaraku..
Perjalanan kita terasa indah berseri, jika dua kendaraan itu menyertai
kita. Dan sudah barang tentu, kita akan sampai kepada tujuan perjalanan
kita. Bertemu Allah swt dengan wajah berbinar dan bercahaya. Amien.
Wallahu a’lam bishawab.
Riyadh, 22 Juli 2012 M
Sumber:Status Ustadz Abu Ja’far
www.Inspirasiislami.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar