NUR MUHAMMAD SUDAH TERCIPTA SEBELUM NABI ADAM AS
♥ Bismillaahir Rahmaanir Rahiim ♥
KISAH CINTA NABI ADAM AS DAN HAWA
Segala kesenangan ada di dalamnya. Semua tersedia apa saja yang
diinginkan, tanpa bersusah payah memperolehnya. Sungguh suatu tempat
yang amat indah dan permai, menjadi idaman setiap insan. Demikianlah
menurut riwayat, tatkala Allah SWT. selesai mencipta alam semesta dan
makhluk-makhluk lainnya, maka dicipta-Nya pula Adam ‘alaihissalam
sebagai manusia pertama. Hamba yang dimuliakan itu ditempatkan Allah SWT
di dalam Syurga (Jannah).
Adam a.s hidup sendirian dan
sebatang kara, tanpa mempunyai seorang kawan pun. Ia berjalan ke kiri
dan ke kanan, menghadap ke langit-langit yang tinggi, ke bumi terhampar
jauh di seberang, maka tiadalah sesuatu yang dilihatnya dari mahkluk
sejenisnya kecuali burung-burung yang berterbangan ke sana ke mari,
sambil berkejar-kejaran di angkasa bebas, bernyanyi-nyanyi,
bersiul-siul, seolah-olah memamerkan kemesraan.
Adam a.s terpikat
melihatnya, rindu berkeadaan demikian. Tetapi sungguh malang, siapalah
gerangan kawan yang hendak diajak. Ia merasa kesepian, lama sudah. Ia
tinggal di syurga bagai orang kebingungan, tiada pasangan yang akan
dibujuk bermesraan sebagaimana burung-burung yang dilihatnya.
Tiada pekerjaan sehari-hari kecuali bermalas-malasan begitu saja,
bersantai berangin-angin di dalam taman syurga yang indah permai, yang
ditumbuhi oleh bermacam-macam bunga semerbak yang wangi, yang di
bawahnya mengalir anak-anak sungai bercabang-cabang, yang desiran airnya
bagai mengandung pembangkit rindu.
Adam kesepian ...
Apa saja yg ada di dalam syurga semuanya nikmat! Tetapi apalah arti
segalanya kalau hati selalu gelisah, resah di dalam kesepian seorang
diri? Itulah satu-satunya kekurangan yang dirasakan Adam a.s di dalam
syurga. Ia perlu akan sesuatu, iaitu kepada kawan sejenis yang akan
mendampinginya di dalam kesenangan yang tak terhingga itu. Kadangkala
kalau rindunya datang, turunlah ia ke bawah pohon-pohon rindang mencari
hiburan, mendengarkan burung-burung bernyanyi bersahut-sahutan, tetapi
aduhai kasihan…bukannya hati menjadi tenteram, malah menjadi lebih
tertikam. Kalau angin bertiup sepoi-sepoi basah di mana daun-daunan
bergerak lemah gemulai dan mendesirkan suara sayup-sayup, maka
terkesanlah di hatinya keharuan yang begitu mendalam; dirasakannya
sebagai derita batin yang dalam dibalik kenikmatan yang dianugerahkan
Allah kepadanya.
Tetapi walaupun demikian, agaknya Adam a.s
malu mengadukan halnya kepada Allah SWT. Namun, walaupun Adam a.s malu
untuk mengadu, Allah Ta’ala sendiri Maha Tahu serta Maha Melihat apa
yang tersembunyi di kalbu hamba-Nya. Oleh karena itu Allah Ta’ala ingin
mengusir rasa kesepian Adam.
Hawa diciptakan ...
Tatkala Adam a.s sudah berada di puncak kerinduan dan keinginan untuk
mendapatkan kawan, sedang ia lagi duduk termenung di atas tempat duduk
yang berlapiskan tilam permadani serba mewah, maka tiba-tiba ngantukpun
datang menawannya serta langsung membawanya hanyut ke alam tidur.
Adam a.s tertidur nyenyak, tak sadar kepada sesuatu yang ada di
sekitarnya. Dalam saat-saat yang demikian itulah Allah SWT menyampaikan
wahyu kepada malaikat Jibril a.s untuk mencabut tulang rusuk Adam a.s
dari lambung sebelah kiri. Bagai orang yang sedang terbius, Adam a.s
tidak merasakan apa-apa ketika tulang rusuknya dicabut oleh malaikat
Jibril a.s.
Dan oleh kudrat kuasa Ilahi yang manakala
menghendaki terjadinya sesuatu cukup berkata “Kun!” maka terciptalah
Hawa dari tulang rusuk Adam a.s, sebagai insan kedua penghuni syurga dan
sebagai pelengkap kurnia yang dianugerahkan kepada Adam a.s yang
mendambakan seorang kawan tempat ia bisa bermesraan dan bersenda gurau.
Pertemuan Adam dan Hawa ...
Hawa duduk bersandar pada bantal lembut di atas tempat duduk megah yang
bertatahkan emas dan permata-permata bermutu manikam, sambil terpesona
memperhatikan kecerahan wajah dari seorang lelaki yang sedang terbaring,
tak jauh di depannya.
Butir-butir fikiran yang menggelombang
di dalam sanubari Hawa seolah-olah merupakan arus-arus tenaga listrik
yang datang mengetuk kalbu Adam a.s, yang langsung menerimanya sebagai
mimpi yang berkesan di dalam gambaran jiwanya seketika itu.
Adam terjaga….! Alangkah terkejutnya ia ketika dilihatnya ada makhluk
manusia seperti dirinya hanya beberapa langkah di hadapannya. Ia seolah
tak percaya pada penglihatannya. Ia masih terbaring mengusap matanya
beberapa kali untuk memastikan apa yang sedang dilihatnya.
Hawa
yang diciptakan lengkap dengan perasaan malu, segera memutar badannya
sekedar untuk menyembunyikan bukit-bukit di dadanya, seraya mengirimkan
senyum manis bercampur manja, diiringi pandangan melirik dari sudut mata
yang memberikan sinar harapan bagi hati yang melihatnya.
Memang dijadikan Hawa dengan bentuk dan paras rupa yang sempurna. Ia
dihiasi dengan kecantikan, kemanisan, keindahan, kejelitaan, kehalusan,
kelemah-lembutan, kasih-sayang, kesucian, keibuan dan segala sifat-sifat
keperibadian yang terpuji di samping bentuk tubuhnya yang mempesona
serta memikat hati setiap yang memandangnya.
Ia adalah wanita
tercantik yang menghiasai syurga, yang kecantikannya itu akan diwariskan
turun temurun di hari kemudian, dan daripadanyalah maka ada kecantikan
yang diwariskan kepada wanita-wanita yang datang dibelakangnya.
Adam a.s pun tak kurang gagah dan gantengnya. Tidak dijumpai cacat pada
dirinya karena ia adalah satu-satunya makhluk insan yang dicipta oleh
Allah SWT secara langsung tanpa perantaraan.
Semua ketampanan
yang diperuntukkan bagi lelaki terkumpul padanya. Ketampanan itu pulalah
yang diwariskan turun temurun kepada orang-orang di belakangnya sebagai
anugerah Allah SWT kepada makhluk-Nya yang bergelar manusia. Bahkan
diriwayatkan bahwa kelak semua penduduk syurga akan dibangkitkan dengan
pantulan dari cahaya rupa Adam a.s.
Adam a.s bangkit dari
pembaringannya, memperbaiki duduknya. Ia membuka matanya, memperhatikan
dengan pandangan tajam. Ia sadar bahwa orang asing di depannya itu
bukanlah bayangan selintas pandang, namun benar-benar suatu kenyataan
dari wujud insani yang mempunyai bentuk fisik seperti dirinya. Ia yakin
ia tidak salah pandang. Ia tahu itu manusia seperti dirinya, yang hanya
berbeda kelaminnya saja.
Ia serta merta dapat membuat
kesimpulan bahwa makhluk di depannya adalah perempuan. Ia sadar bahwa
itulah jenis yang dirindukannya. Hatinya gembira, bersyukur, bertahmid
memuji Zat Maha Pencipta. Ia tertawa kepada gadis jelita itu, yang
menyambutnya tersipu-sipu seraya menundukkan kepalanya dengan pandangan
tak langsung, pandangan yang menyingkap apa yang terselip di kalbunya.
Adam terpikat ...
Adam terpikat pada wajah Hawa yang jelita, yang bagaikan kecantikan
bidadari-bidadari di dalam syurga. Tuhan menanam asmara murni dan hasrat
birahi di hati Adam a.s serta menjadikannya orang yang paling asyik
dilamun cinta, yang tiada taranya dalam sejarah, yaitu kisah cinta dua
insan di dalam syurga. Adam a.s ditakdirkan jatuh cinta kepada puteri
yang paling cantik dari segala yang cantik, yang paling jelita dari
segala yang jelita, dan yang paling harum dari segala yang harum.
Adam a.s dibisikkan oleh hatinya agar merayu Hawa. Ia berseru: “Aduh,
hai si jelita, siapakah gerangan kekasih ini? Dari manakah datangmu, dan
untuk siapakah engkau disini?” Suaranya sopan, lembut, dan penuh kasih
sayang. “Aku Hawa,” sambutnya ramah. “Aku dari Pencipta!” suaranya
tertegun seketika. “Aku….aku….aku, dijadikan untukmu!” tekanan suaranya
menyakinkan.
Tiada suara yang seindah dan semerdu itu walaupun
berbagai suara merdu dan indah terdengar setiap saat di dalam syurga.
Tetapi suara Hawa….tidak pernah di dengarnya suara sebegitu indah yang
keluar dari bibir mungil si wanita jelita itu. Suaranya membangkitkan
rindu, gerakan tubuhnya menimbulkan semangat.
Kata-kata yang
paling segar didengar Adam a.s ialah tatkala Hawa mengucapkan
terputus-putus: “Aku….aku….aku, dijadikan untukmu!” Kata-kata itu
nikmat, menambah kemesraan Adam kepada Hawa.
Adam a.s sadar
bahwa nikmat itu datang dari Tuhan dan cintapun datang dari Tuhan. Ia
tahu bahwa Allah SWT itu cantik, suka kepada kecantikan. Jadi, kalau
cinta kepada kecantikan berartilah pula cinta kepada Tuhan. Jadi cinta
itu bukan dosa tetapi malah suatu pengabdian. Dengan mengenali cinta,
makrifat kepada Tuhan semakin mendalam. Cinta kepada Hawa berarti cinta
kepada Pencipta. Dengan keyakinan demikian Adam a.s menjemput Hawa
dengan berkata: “Kekasihku, ke marilah engkau!” Suaranya halus, penuh
kemesraan.
“Aku malu!” balas Hawa seolah-olah menolak.
Tangannya, kepalanya, memberi isyarat menolak seraya memandang Adam
dengan penuh ketakjuban. “Kalau engkau yang inginkan aku, engkaulah yang
ke sini!” Suaranya yang bagaikan irama seolah-olah memberi harapan.
Adam tidak ragu-ragu. Ia mengayuh langkah gagah mendatangi Hawa. Maka
sejak itulah menjadi adat bahwa wanita itu didatangi, bukan mendatangi.
Hawa bangkit dari tempat duduknya, bergeser beberapa langkah ke
belakang. Ia sadar bahwa walaupun dirinya diperuntukkan bagi Adam a.s,
namunlah haruslah mempunyai syarat-syarat tertentu. Di dalam
sanubarinya, ia tak dapat menyangkal bahwa iapun terpesona dan tertarik
kepada wajah Adam a.s yang sungguh indah.
Adam a.s tidak putus
asa. Ia tahu itu bukan dosa. Ia tahu membaca isi hati. Ia tahu bukannya
Hawa menolak, tetapi menghindarnya itu memanglah suatu perbuatan wajar
dari sikap malu seorang gadis yang berbudi. Ia tahu bahwa di balik
“malu” terselit “rasa mau”. Karenanya ia yakin pada dirinya bahwa Hawa
diperuntukkan baginya. Naluri insaninya bergelora. Tatkala ia sudah
dekat pada Hawa serta hendak mengulurkan tangan sucinya kepadanya, maka
tiba-tiba terdengarlah panggilan ghaib berseru: “Hai Adam….tahanlah
dirimu. Pergaulanmu dengan Hawa tidak halal kecuali dengan mahar dan
menikah!”. Adam a.s tertegun, kembali ke tempatnya dengan taat. Hawa pun
mendengar teguran itu dan hatinya tenteram.
Kedua manusia syurga itu sama-sama terdiam seolah-olah menunggu perintah.
Perkawinan Adam dan Hawa ...
Allah SWT. Yang Maha Pengasih untuk menyempurnakan nikmatnya lahir dan
batin kepada kedua hamba-Nya yang saling memerlukan itu, segera
memerintahkan gadis-gadis bidadari penghuni syurga untuk menghiasi dan
menghibur mempelai perempuan itu serta membawakan kepadanya
perhiasan-perhiasan syurga. Sementara itu diperintahkan pula kepada
malaikat langit untuk berkumpul bersama-sama di bawah pohon “Syajarah
Thuba”, menjadi saksi atas pernikahan Adam dan Hawa.
Diriwayatkan bahwa pada akad pernikahan itu Allah SWT. berfirman:
“Segala puji adalah kepunyaan-Ku, segala kebesaran adalah pakaian-Ku,
segala kemegahan adalah hiasan-Ku dan segala makhluk adalah hamba-Ku dan
di bawah kekuasaan-Ku. Menjadi saksilah kamu hai para malaikat dan para
penghuni langit dan syurga bahwa Aku menikahkan Hawa dengan Adam, kedua
ciptaan-Ku dengan mahar, dan hendaklah keduanya bertahlil dan bertahmid
kepada-Ku!”.
Malaikat dan para bidadari berdatangan ...
Setelah akad nikah selesai berdatanganlah para malaikat dan para
bidadari menyebarkan mutiara-mutiara yaqut dan intan-intan permata
kemilau kepada kedua pengantin agung tersebut. Selesai upacara akad,
diantarlah Adam a.s mendapatkan isterinya di istana megah yang akan
mereka diami.
Hawa menuntut haknya. Hak yang disyariatkan Tuhan
sejak semula. “Mana mahar?” tanyanya. Ia menolak bersentuhan sebelum
mahar pemberian dibayar dulu.
Adam a.s bingung seketika. Lalu
sadar bahwa untuk menerima haruslah bersedia memberi. Ia insaf bahwa
yang demikian itu haruslah menjadi kaidah pertama dalam pergaulan hidup.
Sekarang ia sudah mempunyai kawan. Antara sesama kawan harus ada saling
memberi dan saling menerima. Pemberian pertama pada pernikahan untuk
menerima kehalalan ialah mahar. Oleh karenanya Adam a.s menyedari bahwa
tuntutan Hawa untuk menerima mahar adalah benar.
Mahar perkawinan Adam ...
Pergaulan hidup adalah persahabatan! Dan pergaulan antara lelaki dengan
wanita akan berubah menjadi perkawinan apabila disertai dengan mahar.
Dan kini apakah bentuk mahar yang harus diberikan? Itulah yang sedang
dipikirkan Adam.
Untuk keluar dari keraguan, Adam a.s berseru:
“Ilahi, Rabbi! Apakah gerangan yang akan kuberikan kepadanya? Emaskah,
intankah, perak atau permata?”. “Bukan!” kata Tuhan. “Apakah hamba akan
berpuasa atau sholat atau bertasbih untuk-Mu sebagai maharnya?” tanya
Adam a.s dengan penuh pengharapan. “Bukan!” tegas suara Ghaib. Adam
diam, mententeramkan jiwanya. Kemudian bermohon dengan tekun: “Kalau
begitu tunjukilah hamba-Mu jalan keluar!”.
Allah SWT.
berfirman: “Mahar Hawa ialah sholawat sepuluh kali kepada Nabi-Ku, Nabi
yang bakal Kubangkitkan, yang membawa pernyataan dari sifat-sifat-Ku:
Muhammad, cincin permata dari para anbiya’ dan penutup serta penghulu
segala Rasul. Ucapkanlah sepuluh kali!”.
Adam a.s merasa lega.
Ia mengucapkan sepuluh kali sholawat ke atas Nabi Muhammad SAW. sebagai
mahar kepada isterinya. Suatu mahar yang bernilai spiritual, karena Nabi
Muhammad SAW adalah rohmatan lil ‘alamin (rahmat bagi seluruh alam).
Hawa mendengarkannya dan menerimanya sebagai mahar. “Hai Adam, kini Aku
halalkan Hawa bagimu”, perintah Allah, “dan dapatlah ia sebagai
isterimu!”. Adam a.s bersyukur lalu masuk kamar isterinya dengan ucapan
salam. Hawa menyambutnya dengan segala keterbukaan dan cinta kasih yang
tulus Allah SWT. berfirman kepada mereka: “Hai Adam, diamlah engkau
bersama isterimu di dalam syurga dan makanlah (serta nikmatilah) apa
saja yang kamu berdua ingini, dan janganlah kamu berdua mendekati pohon
ini karena (apabila mendekatinya) kamu berdua akan menjadi zalim”.
(Al-A’raaf: 19).
Dengan pernikahan ini Adam a.s tidak lagi
merasa kesepian di dalam syurga. Inilah percintaan dan pernikahan yang
pertama dalam sejarah ummat manusia, dan berlangsung di dalam syurga
yang penuh kenikmatan. yaitu sebuah pernikahan agung yang dihadiri oleh
para bidadari, jin dan disaksikan oleh para malaikat.
Peristiwa
pernikahan Adam dan Hawa terjadi pada hari Jum’at. Entah berapa lama
keduanya berdiam di syurga, hanya Allah SWT yang tahu. Lalu keduanya
diperintahkan turun ke bumi. Turun ke bumi untuk menyebar luaskan
keturunan yang akan mengabdi kepada Allah SWT dengan janji bahwa syurga
itu tetap tersedia di hari kemudian bagi hamba-hamba yang beriman dan
beramal sholeh.
Firman Allah SWT.: “Kami berfirman: Turunlah
kamu dari syurga itu. Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka
barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran
atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (Al-Baqarah: 38).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar