KEIMANAN ABU THALIB?
Sayyid
Ahmad bin Zaini dahlan salah seorang yang sangat mencintai Sayyidina
Muhammad shalallahu alaihi wasallam, beliau mengarang kitab yang
berjudul ,“Asna Al- Mathalib Fi Najah Abi Thalib”.
Banyak kaum
muslimin yang mempersoalkan, apakah Abu Thalib mukmin ataukah kafir.
Bahkan sampai kinipun pertanyaan itu masih tetap saja menggantung,tidak
ada jawaban yang bisa di pegang. Atau bahkan barangkali mendapat
informasi yang kurang tepat sehingga menyimpulkan Abu Tahlib
Kafir..Naudzubillah
Abu Tahlib adalah paman sekaligus pelindung rasulullah saw, sejak beliau berusia 6 tahun sudah di pelihara dan dilindunginya.
Dengan gigih sang paman melindungi putra Abdullah, kakak kandungnya,
itu dari ancaman kaum kafir quraisy yang ingin membunuhnya.
Demi menjaga keponakannya itu, Abu Tahlib memerintahkan kedua anak
kandungnya , yaitu Ja`far dan Ali untuk melindungi Rasulullah saw.
Abu Thalib pulalah orang yang mengucapkan sumpah yang sangat terkenal
dalam sejarah islam, ketika para pembesar Quraisy minta agar ia
menyerahkan Muhammad keponakannya itu.
“Andai kalian letakkan
Matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, niscaya aku tetap
tidak akan menyerahkan Muhammad”.
Bibit keimanan Abu Thalib kepada Rasulullah saw telah tampak sejak ia melihat tanda-tanda kenabian pada keponakannya itu.
Suatu hari, ia melihat Abdul Muthallib kakeknya Rasulullah saw
menggendong cucunya yang masih kecil itu di pundaknya sambil memohon
hujan kepada Allah SWT di puncak bukit Abu Qubais,…Subhanallah ketika
itu juga turun hujan.
Abu Thalib juga pernah membuktikannya ia
menggendong Rasulullah saw yang ketika itu masih kecil di pundaknya
berdiri di dinding Ka`bah, ia memohon hujan kepada Allah Ta`la,
tiba-tiba gumpalan awan berkumpul lalu menyirami lembah-lembah di Makkah
dengan curahan hujan yang lebat, sehingga permukaan tanah menjadi
gembur dan subur.
Di saat remaja Abu Tahlib pernah mengajaknya
berdagang ke syam. Ditengah jalan bertemu dengan seorang pendeta yang
bernama Buhairah yang melihat tanda-tanda kenabian pada diri Rasulullah
saw. Ia menyarankan agar cepat-cepat memebawanya pulang ke Makkah,
khawatir terhadap ancaman kaum Yahudi, Abu Thalib pun mengikuti saran
tersebut.
Abu Thalib dan keluarganya jika mereka makan bersama
tidak kenyang, namun bila Rasululllah saw ikut makan mereka merasa
kenyang.
Setiap minum susu, merasa nikmat jika di minum terlebih dahulu oleh Rasulullah saw.
“Engkau wahai Muhammad benar-benar telah di berkahi, “Ucap Abu Thalib”.
Keimanan Abu Thalib tidak pernah di perlihatkannya, tujuannya agar
dapat menjaga dan melindungi terus Rasulullah saw dari gangguan kaum
kafir Quraisy.
Abu Thalib melakukan politik kamuflase di
hadapan kaum kafir quraisy, agar mereka tidak mengganggu keponakannya.
Abu Tahlib juga telah mengucapkan kalimat tauhid, hakikat kerasulan dan
pembenaran terhadap kenabian rasulullah saw dalam syair-syairnya.
Ketika Rasulullah saw minta agar pamannya itu mengucapkan dua kalimat
syahadat hal itu semata-mata untuk menyempurnakan keimanannya.
diriwayatkan dalam shahih Bukhari bahwa ia tak mau mengucap syahadat
saat wafatnya, namun ada juga hadits riwayat shahih Bukhari bahwa Rasul
saw ditanya : "Apakah tdk bermanfaat perjuangan Abu Thalib membantumu
dalam berdakwah karena ia wafat menolak syahadat..?, maka Rasul saw
menjawab : "Sungguh bermanfaat, ia kini berada di pantai neraka, jika
Bukan karena aku, niscaya ia dijurang neraka yg terdalam" (Shahih
Bukhari).
sebagian ulama, diantaranya Al-hafidh Al- Imam
Assuyuthiy menjelaskan makna hadits ini mustahil Rasul saw
mensyafaati/menolong orang kafir, jika ABu Thalib wafat dalam kekufuran
maka tak mungkin Rasul saw menyelamatkannya dari dasar neraka ke pantai
neraka, maka sebagian ulama berkesimpulan bahwa Abu Thalib beriman
dengan hatinya, dan tak mau mengucapnya karena takut Rasul saw akan
semakin ditekan oleh orang Quraisy, maka ia wafat sebagai muslim, namun
ia berdosa besar karena menolak perintah Rasul saw utk bersyahadat
dengan lisannya.
“Allahumma shalli wa sallim ‘ala Sayyidina
Muhammad nuuri-kas saari wa madaadikal jaari wajma’nii bihi fi kulli
athwaari wa ‘ala alihi wa shahbihi yannuur”
Artinya: “Ya
Allah, limpahkanlah shalawat serta salam kepada junjungan Nabi Besar
Muhammad, sang cahaya-Mu yang selalu bersinar dan pemberian-Mu yang tak
kunjung putus, dan kumpulkanlah aku dengan Rasulullah di setiap zaman,
serta shalawat untuk keluarganya dan sahabatnya, wahai Sang Cahaya.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar