YUSHA EVANS : MISIONARIS YANG MASUK ISLAM SETELAH
Yusha
Evans merupakan seorang misionaris muda yang lahir di South Carolina,
Amerika Serikat. Dia dibesarkan oleh kakek (IndianAmerika) dan nenek
(Irlandia) nya yang sangat konservatif dan selalu mengajarkannya berdoa
sebelum makan, sebelum tidur, tidak boleh menyalakan musik keras-keras,
tidak membawa perempuan ke rumah. ‘’Itu yang saya pelajari di sekolah
Minggu,’’ ujar Yusha. Masa kecilnya dihabiskan bersama nenek dan
kakeknya. Menginjak usia 14 tahun, neneknya
mengajak Yusha ke sebuah pelayanan Sabtu yang benar-benar berbeda dengan apa yang dialaminya di sekolah Minggu.
Di sana mereka bermain bola, voli, basket. Di pelayanan Sabtu, Yusha
juga menemukan banyak makanan, kue, dan permen. Di akhir pertemuan,
pastor yang memimpin acara itu mulai memberikan pengajaran tentang
agama. Ia sangat menyukainya, karena tempat itu seperti sekolah normal.
Ketika berumur 15 tahun, nenek Yusha meminta pastur muda yang biasa
melayaninya di gereja untuk mengantarkan cucu kesayangannya itu ke
sekolah. Yusha belum memiliki surat izin mengemudi (SIM), sehingga belum
boleh mengendarai mobil sendirian. Pastur yang usianya tiga tahun lebih
tua dari Yusha itu menjadi teman baiknya.
Bersama pastur muda
itu, Yusha diajak ke sebuah perkumpulan remaja yang bernama “Kehidupan
Remaja”. Perkumpulan ini tidak seperti perkumpulan biasanya. Kelompok
itu seperti yang kau lihat di televisi. Ada orang bernyanyi dan bermain
gitar. Khutbah yang dilakukan dalam kelompok itu tidak seperti khutbah
yang ada gereja. Dalam menyampaikan khotbahnya, pastur pun
berteriak-teriak dan menyampaikannya dengan lantang langsung ke
orang-orang.
Hal ini sangat menarik bagi Yusha. Mereka
mengajarkan Kristen dengan cara yang berbeda dari yang dipelajari saat
masih kecil. Menginjak usia 16 tahun, ia sudah tahu apa yang
diinginkannya. Yusha ingin menjadi seorang misionaris. Sebagai seorang
yang perfeksionis, ia ingin mendalami Kristen secara utuh. Ketika ia
ingin sesuatu, maka apa yang ia lakukan harus terselesaikan.
Pada Suatu hari temannya yang bernama Benjamin datang ke rumahnya, dia
tidak pernah menyangka, kehadiran temannya itu bakal menggoyahkan
imannya. Sebuah pertanyaan tak terduga yang dilontarkan temannyalah yang
membuatnya bersyahadat dan menjadi muallaf.
‘’Apakah kau pernah membaca seluruh isi Alkitab?’’Tanya Benjamin.
‘’Apa maksudmu? Saya seorang misionaris Kristen dan bagaimana mungkin kau bertanya seperti itu padaku?’’ cetus Yusha.
‘’Apakah kau pernah membaca Alkitab seperti membaca sebuah novel,
mengetahui tokoh-tokoh yang ada di dalamnya, mengetahui plot dan
tempatnya serta tahu seluruh detail isinya?’’
Yusha mengaku tak
pernah membaca Alkitab dengan cara itu. Lalu Benjamin menantangnya
untuk membaca kembali Alkitab dari awal hingga akhir. Dia memintanya
untuk membaca
Alkitab selama beberapa bulan dan tidak menyentuh buku lain, kecuali Alkitab.
Maka mulailah Yusha membaca Alkitab dari (Kejadian 1:1) . Dia sangat
tertarik dengan kisah para nabi. Dalam Alkitab, dikisahkan bahwa Nabi
Nuh Alaihissalam menyampaikan wahyu Allah Subhanahu Wa Ta’ala, tetapi
tidak ada satupun umatnya yang mengikuti seruannya.
Lalu Allah
Subhanahu Wa Ta’ala menghukum umat Nabi Nuh dengan mendatangkan banjir
besar, dan hanya Nabi Nuh Alaihissalam serta orang-orang yang naik ke
kapal saja yang selamat.
Setelah banjir, seperti dikisahkan
dalam Alkitab, Nabi Nuh Alaihissalam meminum anggur dan keluar dalam
keadaan mabuk. Yusha mengaku sangat heran, mengapa Nabi Nuh Alaihissalam
seorang utusan Tuhan bisa bersikap seperti itu.
‘’Tidak
mungkin seorang nabi bersikap seperti itu. Maka saya tahu mengapa umat
Nabi Nuh tidak mendengarkan apa yang ia sampaikan, karena ia mabuk,”
kata Yusha kecewa.
Yusha kembali melanjutkan bacaannya. Semakin
dalam membaca, kian banyak ia menemukan kesenjangan dalam Alkitab.
Beberapa kisah nabi yang dibacanya justru tak mencerminkan nabi itu
sebagai utusan Tuhan. Mereka malah seperti pelaku kriminal, yang justru
dicari-cari polisi.
Dia sangat penasaran. Yusha kemudian
bertanya kepada pendeta di gereja tempat melakukan misa. Ia
mempertanyakan banyak hal. Namun Yusha tidak mendapatkan jawaban yang
memuaskan. Para pendeta yang ditemuinya berkata, ‘’Janganlah ilmu
pengetahuan yang sedikit mempengaruhi keyakinanmu terhadap Yesus.’’
yusha diminta agar tidak perlu mempelajari segala hal. Ia diminta hanya
cukup percaya saja pada apa yang diajarkan. Sejumlah pendeta memintanya
agar tidak membaca Perjanjian Lama. Alasannya, Alkitab tersebut sudah
tidak lagi terpakai. Mereka memintanya untuk membaca Perjanjian Baru.
Di dalam Perjanjian Baru, Yusha menemukan sebuah ayat yang menyebut
bahwa Yesus berkata Tuhan itu satu. Hal tersebut terus diulang pada
ayat dan surat berikutnya dengan cara yang berbeda. Sama seperti ajaran
Musa dalam 10 Perintah AllahSubhanahu Wa Ta’ala, hal pertama yang
diperintahkan adalah menyembah Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan tidak ada
yang lain.
Yusha lalu mencari tahu mengenai Yesus. Dia
menemukan ayat yang menyebutkan bahwa Yesus memerintahkan hal yang sama,
menyembah satu Tuhan. Rasa penasarannya semakin menggebu. Dia mulai
mempertanyakan tentang penyaliban Yesus. Dalam ajaran yang diterimanya,
Yesus dipaku pada bagian tangannya.
Dalam hatinya muncul
kegamangan. Yusha berpendapat, hal tersebut sangatlah konyol. Seseorang
yang telapak tangannya disalib tidak akan bertahan lama di atas tiang.
Dia pun menyampaikan pendapatnya itu kepada para pendeta. Alih-alih
mendapatkan jawaban, ia justru dilarang untuk melakukan khutbah Kristen
di gerejanya.
Saat kondisi imannya sedang goyah, Benjamin
kembali menemui Yusha. ‘’Aku telah membaca Alkitab berulang kali.
Alkitab itu pula dicetak berulang kali, namun selalu masih saja ada
salah penulisan. Padahal, Tuhan itu sempurna. Ciptaannya pun sempurna
dan kitabnya juga haruslah sempurna,’’ ujar Benjamin.
Sejak
hari itu, Yusha melepas Kristen sebagai agama yang diyakininya. Dia
memutuskan meninggalkan agamanya dan memilih untuk mencari agama lain.
Dia mempelajari Buddha dan beberapa agama lain, termasuk Islam. Yusha
juga sempat membaca sebuah buku tentang Islam, tetapi hal itu tidak
membuatnya senang. Akhirnya dia pun memutuskan menjadi atheis.
‘’Tuhan, jika Engkau tidak memberi saya petunjuk, maka saya akan mencari
jalan sendiri,’’ Yusha memanjatkan sebuah doa. saat berusia 17 tahun.
Pada Suatu hari, Yusha pergi ke New York bersama beberapa temannya. Di
kota terbesar di dunia itu, ia kehabisan uang dan memutuskan untuk
mengambil uang dari sebuah mesin ATM. Ketika mengambil uang, ia dirampok
oleh orang-orang bersenjata.
Kejadian itu membuatnya sangat
takut, sehingga hari itu juga Yusha kembali ke rumah neneknya. Da tidak
menceritakan peristiwa yang menimpanya kepada sang nenek. Dia
menyimpannya, sampai akhirnya mendapatkan mimpi buruk.
Dalam
mimpi itu, orang yang merampoknya di ATM menembaknya hingga mati. Lalu,
ia melihat sesuatu tengah menantinya di sisi lain kehidupan. Ia tidak
mengetahuinya. Yusha sangat ketakutan sehingga terbangun dari mimpinya
sambil berteriak.
Sang nenek datang dan bertanya, ‘’Mengapa kau
berteriak? Lalu, Yusha menceritakan segalanya, tentang perampokan dan
mimpi yang dialaminya.
‘’Tuhan mempunyai satu rencana untukmu, percayalah,’’ ujar sang nenek.
‘’Lalu apa yang harus kulakukan?” tanyanya.
“Kau harus kembali pada-Nya. Kau harus mencari-Nya.”
Yusha pun linglung. Ia sudah mencari Tuhan kemana-mana, namun tidak
menemukannya. Neneknya berkata, ‘’Tuhan tidak akan pergi kemana-mana,
kau hanya perlu menemukannya.’’ Sang nenek tidak menyuruhnya untuk
kembali ke gereja, hanya memintanya untuk mencari Tuhan.
Yusha
mulai menjadi agnostik (mempercayai adanya Tuhan, namun tidak menganut
agama apapun). Dia melakukan doa dengan caranya sendiri. Dia merasa
jenuh dengan hal tersebut dan akhirnya memohon pada Tuhan, “Kalau Engkau
ingin aku mengenal-Mu, maka bimbinglah aku.”
Sejak saat itu,
ia tidak mau mendengar lagi apa yang harus dipercayainya. Yusha ingin
melihat apa yang harus dipercayainya. Ia telah membaca banyak buku dan
kitab agama lain, namun tidak satu pun yang sesuai dengan apa yang
dipercayai olehnya.
Sampai pada suatu hari, Yusha berkunjung ke
rumah seorang temannya bernama Musa yang beragama Islam. Selama
bertahun-tahun Yusha mengenalnya, dia sama sekali tidak menyadari kalau
temannya itu adalah seorang Muslim. Dalam pertemuan itu, mereka
membicarakan tentang agama. Dari situlah, Yusha mengenal dengan Islam
yang sebenarnya.
Karena tidak mempercayai adanya komunitas
Islam di lingkungannya, teman Afro-Amerika yang Muslim itu mengajak
Yusha ke masjid, sebuah tempat yang tepat untuk menanyakan tentang
Islam. Yusha selama ini tidak pernah menyadari bahwa di lingkungannya
terdapat masjid. Apalagi letaknya tidak jauh dari gereja.
“Dan saya tidak menyadarinya!” ujarnya.
Ia lalu berkunjung ke masjid. Saat sedang menunggu Musa, seorang lelaki
mendekatinya dan bertanya, ‘’Apa sedang kau lakukan di sini?’’
‘’Aku sedang menunggu Musa.’’
‘’Musa tidak terlalu sering datang ke masjid. Namun, jika kau ingin
melihat masjid, saya dengan senang hati akan mengantarkanmu.’’
Awalnya. Yusha merasa takut. Tak pernah terpikirkan dalam benaknya untuk
masuk ke masjid. Selama ini, pikirannya tentang Islam sangat buruk,
namun pria itu memperlakukannya dengan sangat baik.
Dia pun
masuk ke dalam masjid tersebut dan mendengarkan khutbah. Awalnya, dia
berpikir bahwa lafal ayat-ayat dalam bahasa Arab yang disampaikan khatib
bermaksud untuk membunuhnya. Namun, ketika khatib tersebut
menerjemahkan kalimat-kalimat Arabnya, Yusha menyadari apa yang
dikatakan khatib itu adalah tentang menyembah Tuhan yang satu.
Usai shalat Jumat, ia menemui khatib dan bertanya,‘’Apa yang barusan kalian lakukan tadi?’’
‘’Tadi kami melaksanakan shalat, menyembah AllahSubhanahu Wa Ta’ala.’’
Ketika sang khatib hendak menjelaskan kepada Yusha tentang Islam, ia
segera memotongnya, ’’Saya tidak ingin penjelasan. Saya ingin bukti.
Apabila memang agama Anda benar, maka buktikanlah.’’
Kakeknya
pernah berkata pada Yusha. Ketika orang mengklaim sesuatu itu benar,
maka perlu pembuktian. Karena Yusha meminta bukti pada khatib, dia lalu
diajak ke ruangannya. Khatib itu memberikannya Al-Quran, kitab suci umat
Islam, lalu Yusha membawanya pulang dan membacanya.
Dia
terperangah dan terpesona dengan Al-Quran yang dibacanya. Selama tiga
hari, dia tidak dapat berhenti membacanya. Dia begitu meyakini kebenaran
yang tercantum dalam Al-Quran. Yusha pun bertekad untuk menjadi seorang
Muslim.
Yusha kembali ke masjid dan menemui sang khatib. Lalu
ia berkata, ’’Saya ingin menjadi Muslim.” ‘’Kau harus memahami satu hal
lain apabila ingin menjadi seorang Muslim. Kau harus tahu tentang Nabi
Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.’’
Yusha pun membaca
tentang kisah Nabi Muhammad. Ia pun meyakini Muhammad sebagai utusan
Allah. Pada Desember 1998, Yusha yang bernama asli Joshua akhirnya
memeluk Islam.
‘’Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain
AllahSubhanahu Wa Ta’ala. Aku juga bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah
Subhanahu Wa Ta’ala.’’
Sejak itu, ia mempelajari Islam dari
sejumlah ulama di Mesir dan Amerika Serikat. Kini, Yusha menjadi seorang
dai dan penceramah. Umat Islam di negeri Paman Sam memanggilnya, Syekh
Yusha Evans. Ia berkhidmat di jalan AllahSubhanahu Wa Ta’ala, dengan
menyebarkan ajaran Islam. – Dani Fitriyani – / Kisahmuallaf
Sumber: zilzaal.blogspot. com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar