Rabu, 16 Januari 2013

Rezeki Yang Diberkahi

Bekerja adalah sunah (jalan
hidup yang ditempuh oleh) para Nabi, mereka mengajarkan kepada umat bahwa tawakal adalah bekerja dan berusaha,
berdoa serta bersandar kepada Allah. Inilah salah satu wujud dari takwa kepada Allah dan
pengamalan ruh tauhid. Tawakal berarti menempuh sebab-sebab yang Allah izinkan, tidak berpangku tangan menunggu rezeki yang telah Allah tetapkan,
sambil terus memohon kepada-Nya rezeki yang barakah. Yaitu, rezeki yang mendatangkan banyak kebaikan, berbuah
kemanfaatan di dunia dan akhirat bagi diri sendiri dan
orang lain. Rasulullah ` bersabda dalam sebuah hadits,” tidaklah seorang pun memakan makanan
yang lebih baik dari hasil kerja tangannya. Sesungguhnya Nabi Allah Dawud dahulu makan dari
hasil kerja tangannya
sendiri.” [H.R Al Bukhari dari sahabat Miqdam bin
Ma’dikarib ]. Dalam hadits ini disebutkan Nabi Dawud secara khusus karena
beliau adalah seorang khalifah di muka bumi, yang sebenarnya tidak perlu berusaha sendiri. Namun, hal ini tidak menghalangi beliau mencari yang paling utama. Demikian yang dijelaskan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (4/306).

Kemuliaan dan status sosial
bukanlah halangan untuk
bekerja, bahkan dengan makan dari keringat sendiri, mencari rezeki yang barakah justru sebagai keutamaan yang akan meninggikan kedudukannya di dunia dan akhirat. Di antara tanda rezeki yang
barakah adalah berlandaskan niat yang benar dan takwa kepada Allah dalam pencariannya.
Berniat untuk melaksanakan
kewajiban memenuhi kebutuhan keluarga yang menjadi tanggung
jawabnya. Rasulullah `
bersabda,” sesungguhnya Allah akan menanyakan kepada setiap penggembala tentang gembalaannya, ia jaga atau ia sia-siakan. Sehingga seseorang akan ditanya tentang pertanggung jawabannya
terhadap keluarganya.” [H.R. Ibnu Hibban dari sahabat Al
Hasan , dishahihkan oleh Al
Albani dalam Shahih At-
Targhib]. Bahkan, siapa yang menyia-nyiakan dan menelantarkan keluarganya akan menanggung dosa, sebagaimana yang Rasulullah ` sampaikan, dari
sahabat Abdullah Bin Amr ,” cukuplah sebuah dosa bagi
seseorang yang menyia-yiakan orang yang berada dalam tanggungannya.” [H.R. Abu Dawud dan dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam
shahih At Targhib].

Sebaliknya, nafkah yang
diberikan kepada keluarga akan dinilai sebagai sedekah. Bahkan seteguk air minum yang diberikan akan bernilai pahala. Rasulullah ` bersabda,” sesunggunya seseorang memberi air minum kepada istrinya, ia
akan diberi pahala.” [H.R. Ahmad dari sahabat Al Irbat
bin sariyyah , dihasankan
oleh Al Albani dalam Shahih
At Targhib].

Seseorang yang bekerja dalam rangka
mengamalkan bimbingan
Rasulullah ` di atas, dengan
niatan-niatan yang baik,
memperhatikan batasan-batasan Allah dalam mencarinya, hati-hati dalam mencari peluang usaha,
tidak mudah tergiur dan silau dengan kemegahan dunia, selalu menjaga diri dan menjauhi perkara yang diragukan kehalalannya dalam agama, kemudian selalu berdoa dan berusaha, maka Allah memberkahinya, sebagaimana Rasulullah ` jelaskan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan
dari sahabat Abdullah bin Amr bin Ash , beliau bersabda,” dunia ini
manis dann hijau. Siapa yang
menggambilnya dengan cara
yang benar maka akan diberkahi. Berapa banyak orang yang tenggelam dalam dunia, tenggelam dalam nafsunya, ia tidak mendapatkan bagian pada
hari kiamat kecuali neraka.” [H.R. At Thabarani, dishahihkan oleh Syaikh Al
Albani dalam Sahih At
Targhib].

Allah juga akan membukakan
pintu rezeki baginya,
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar. dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-
sangkanya.” [Q.S. At Thalaq:2,3]. Dengan takwa pula Allah akan membukakan pintu barakah, “Jikalau Sekiranya penduduk
negeri-negeri beriman dan
bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami
siksa mereka disebabkan
perbuatannya.” [Q.S. Al A’raf:96].

Di antara tanda rezeki yang
barakah adalah Allah mudahkan dalam pengaturan dan penyalurannya pada tempatnya, baik pembelanjaan yang
hukumnya wajib maupun yang sunah. Dia bisa mengalokasikan uang dengan tepat, tidak terlalu
ketat atau cenderung pelit
dalam mengeluarkan uang, tidak pula berlebih-lebihan sehingga boros dan sia-sia. “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula)
kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” [Q.S. Al Furqan:67]. Dalam ayat yang mulia ini Allah memuji orang yang bijaksana dalam mengatur keuangannya. Bahkan Allah mencela sifat boros. Cukuplah sebagai celaan, Allah sebutkan orang yang demikian sebagai saudara syaithan. Syaithan yang tidaklah mengajak kecuali kepada akhlak yang jelek, apabila seseorang lolos dari bujuk rayunya untuk kikir, maka syaithan akan menyeretnya kepada sikap boros dan berlebih- lebihan. Allah berfirman ,
“Janganlah kalian menghambur-hamburkan (hartamu) secara berlebih-lebihan. Sesungguhnya
orang yang menghambur-
hamburkan itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada
Rabbnya.” [Q.S. Al Isra`:26,27] .

Di antara ciri rezeki yang barakah adalah dipergunakan untuk berbuat baik terhadap sesama. Senang memberi hadiah kepada tetangga, gemar bersedekah, membantu orang yang kesulitan, lunak dalam muamalah jual beli, memberi tenggang kepada orang yang terlilit hutang dan yang lainnya. Sebagaimana Allah menganjurkan dalam salah satu ayat-Nya Allah ,berfirman “Dan janganlah kalian melupakan kelebihan harta untuk berbuat baik terhadap sesama kalian.
Sesungguhnya Allah Maha melihat segala apa yang kalian kerjakan.” [Q.S. Al Baqarah:237]. Setelah Allah menghasung untuk
berbuat kebaikan antara
sesama, Allah menutup ayat ini dengan penyebutan sifat
kesempurnaan-Nya yaitu Maha Melihat, artinya Allah tidak akan menyia-nyiakan amalan ini, Allah akan mencatat dan akan
membalasinya. Allahua’lam.
[farhan].

sumber : http://tashfiyah.net/2011/05/rezeki-yang-diberkahi/


Tidak ada komentar:

Posting Komentar