INDAHNYA SABAR
Sabar
adalah satu kata yang sangat ringan diucapkan, namun sukar untuk
dilaksanakan. Setiap orang mampu untuk mengutarakannya. Namun, apakah
dia juga kuasa melaksanakannya? Belum tentu. Hal ini masih dibutuhkan
pembuktian.
Namun, yang perlu kita perhatikan, bahwa sabar
merupakan cara ampuh dalam menghadapi segala permasalahan dengan bijak.
Sebaliknya, sikap reaktif memandang suatu permasalahan bisa membuat kita
bertindak gegabah, bahkan tidak jarang justru semakin memperkeruh
permasalahan.
Kisah Nabi Ishaq yang mengatakan “Fa-shabrun
jamiil” (maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku)), ketika
anak-anaknya mengabarkan kehilangan Yusuf dan Bunyamin, bisa kita
jadikan teladan. Dengan kesabarannya itu pada akhirnya Allah
mengembalikan Nabi Yusuf dan Bunyamin kepada Nabi Ishaq.
Kita
bisa membayangkan, apa yang terjadi sekiranya Nabi Ishaq marah-marah,
bahkan mengusir anaknya dari tempat tinggal mereka. Dia tentu akan rugi
dua kali. Pertama, dia sudah kehilangan Yusuf dan Bunyamin; Kedua, dia
akan bermasalah dengan anak-anaknya yang lain.
Teladan ini lah
yang perlu kita contoh dan dijadikan rujukan dalam menghadapi
permasalahan. Sejalan dengan itu ada pribahasa Arab yang menyatakan
bahwa sabar adalah solusi dari permasalahan: “Ash-Shabru yu’iinu ‘alaa
kulli ‘amalin” (Kesabaran itu membantu setiap pekerjaan).
Dengan demikian, tidak seharusnya kita kehabisan stok sabar. Justru yang
seharusnya kita upayakan adalah senantiasa memupuk dan memupuk sifat
sabar dalam diri, bukan memanjakan emosi sehingga seolah-olah berada di
titik akhir kesabaran.
Orang yang tak kehabisan kesabarannya
adalah orang yang istimewa dan luar biasa. Orang yang demikian mendapat
pujian dari Rasulullah, “Sungguh menakjubkan keadaan orang mukmin itu,
karena sesungguhnya semua keadaannya itu merupakan kebaikan baginya dan
kebaikan yang sedemikian itu tidak dapat diperoleh melainkan hanya oleh
orang mukmin saja, yaitu apabila ia mendapatkan kelapangan hidup, ia pun
bersyukur, maka hal itu adalah kebaikan baginya. Sedangkan apabila ia
ditimpa oleh kesukaran—yakni yang merupakan musibah—ia pun bersabar dan
hal ini pun adalah merupakan kebaikan baginya." (Riwayat Muslim).
Namun, yang menjadi catatan besar dalam permasalahan sabar di sini,
bukan berarti pasrah, menerima apa adanya. Hal yang demikian ini bukan
merupakan sifat sabar, namun lebih kepada keputusasaan.
Jadi
sabar itu, kita harus ridha dengan apa yang kita terima, namun juga
harus berikhtiar semaksimal mungkin untuk menyelesaikan permasalahan
tersebut. Kembali kepada kasus Nabi Ishaq, beliau tidak hanya mengatakan
“Fashabrun jamiil”, namun beliau juga melakukan suatu aksi kongkrit
untuk mencari anak-anaknya yang hilang, dengan memerintahkan
anak-anaknya yang lain menyebar, mencari tahu keberadaan dua anaknya
yang hilang. Bahkan, beliau memberi ultimatum untuk tidak kembali ke
rumah terlebih dahulu, sebelum mereka berdua ditemukan.
Dengan
izin Allah, pada akhirnya kedua anaknya tersebut ditemukan. Poin yang
bisa kita ambil, bahwa sabar itu bukan berarti pasrah dengan keadaan,
harus diiringi dengan perjuangan mengatasi masalah, diakhiri dengan
sikap tawakkal dan ridha terhadap ketetapan Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar