Kisah wanita pertama yang masuk syurga
FATIMAH
anakku, mahukah engkau menjadi seorang perempuan yang baik budi dan
isteri yang dicintai suami?" tanya sang ayah yang tak lain adalah Nabi
SAW. "Tentu saja, wahai ayahku"
"Tidak jauh dari rumah ini ada
seorang perempuan yang sangat baik budi pekertinya. Namanya Siti
Muthi'ah. Temuilah dia, teladani budi pekertinya yang baik itu".
Gerangan amal apakah yang dilakukan Siti Muthi'ah sehingga Rasulpun
memujinya sebagai perempuan teladan? Maka bergegaslah Fatimah menuju
rumah Muthi'ah dengan mengajak serta Hasan, putra Fatimah yang masih
kecil itu.
Begitu gembira Muthi'ah mengetahui tamunya adalah
putri Nabi besar itu. "Sungguh, bahagia sekali aku menyambut
kedatanganmu ini, Fatimah. Namun maafkanlah aku sahabatku, suamiku telah
beramanat, aku tidak boleh menerima tamu lelaki dirumah ini."
"Ini Hasan putraku sendiri, ia kan masih anak-anak." kata Fatimah sambil tersenyum.
"Namun sekali lagi maafkanlah aku, aku tak ingin mengecewakan suamiku, Fatimah."
Fatimah mulai merasakan keutamaan Siti Muthi'ah. Ia semakin kagum dan
berhasrat menyelami lebih dalam akhlak wanita ini. Lalu diantarlah Hasan
pulang dan bergegaslah Fatimah kembali ke Muthi'ah.'
"Aku jadi berdebar-debar, " sambut Siti Muthi'ah, gerangan apakah yang membuatmu begitu ingin kerumahku, wahai puteri Nabi?"
"Memang benarlah, Muthi'ah. Ada berita gembira buatmu dan ayahku
sendirilah yang menyuruhku kesini. Ayahku mengatakan bahwa engkau adalah
wanita berbudi sangat baik, karena itulah aku kesini untuk
meneladanimu, Wahai Muthi'ah."
Muthi'ah gembira mendengar
ucapan Fatimah, namun Muthi'ah masih ragu. "Engkau bercanda sahabatku?
aku ini wanita biasa yang tidak punya keistimewaan apapun seperti yang
engkau lihat sendiri."
"Aku tidak berbohong wahai Muthi'ah,
karenanya ceritakan kepadaku agar aku bisa meneladaninya." Siti
Muthi'ah terdiam, hening. Lalu tanpa sengaja Fatimah melihat sehelai
kain kecil, air dan sebilah tongkat di ruangan kecil itu.
"Buat
apa dengan air ,kain kecil dan tongkat ini Muthi'ah" Siti Muthi'ah
tersenyam malu. Namun setelah didesak iapun bercerita. "Engkau tahu
Fatimah, suamiku seorang pekerja keras memeras keringat dari hari ke
hari. Aku sangat sayang dan hormat kepadanya. Begitu kulihat ia pulang
kerja, cepat-cepat kusambut kedatangannya. ku bagi dia minum air yang
aku sediakan ,Kubuka bajunya, kulap tubuhnya dengan kain kecil ini
hingga kering keringatnya. Iapun berbaring ditempat tidur melepas lelah,
lalu aku kipasi beliau hingga lelahnya hilang "
"Sungguh luar biasa pekertimu, Muthi'ah. Lalu untuk apa tongkat ini?"
tongkat ini digunakan untuk memukul ku jika suami ku tidak suka dengan
layananku, supaya aku tidak mengulangi lagi kesalahan ku" Jawab Muthi'ah
"Seringkah engkau dipukul olehnya, wahai Muthi'ah?" tanya Fatimah berdebar-debar.
"Tidak pernah, Fatimah. Bukan tongkat yang diambilnya, justru akulah
yang ditarik dan didekapnya penuh kemesraan. Itulah kebahagiaan kami
sehari-hari".
"Jika demikian, sungguh luar biasa, wahai
Muthi'ah. Sungguh luar biasa! Benarlah kata ayahku, engkau perempuan
berbudi baik." kata Fatimah terkagum-kagum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar