Raden Ayu Siti Hartinah atau yang lebih dikenal dengan nama Ibu Tien
Soeharto menjadi simbol ibu bangsa Indonesia. Mendampingi orang nomor
satu di Indonesia, bukan impian bagi Ibu Tien. Soeharto dan Ibu Tien
menikah pada tanggal 26 Desember 1947 di Surakarta. Ibu Tien dikaruniai
enam anak, Siti Hardijanti Rukmana (Tutut), Sigit Harjojudanto (Sigit),
Bambang Trihatmodjo (Bambang), Siti Hediati Hariyadi (Titiek), Hutomo
Mandala Putra (Tommy) dan Siti Hutami Endang Adiningsih (Mamiek).
Suatu
hari ketika Soeharto masih menjabat Panglima Kostrad, Ibu Tien
kedatangan seorang penjual batu akik yang bisa meramal. "Madam, suami
madam akan berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah dengan presiden
yang sekarang," kata si penjual batu akik. Ucapan peramal itu membuat
Ibu Tien tertawa. Menurutnya, menjadi perwira tinggi AD saja sudah
demikian berat tugasnya.
Pada tahun 1967, Sidang Istimewa MPRS
secara aklamasi mengangkat Jenderal Soeharto sebagai Pejabat Presiden.
Menurut perasaannya, jabatan Soeharto itu tidak akan lama. Makanya, Ibu
Tien Soeharto tidak hadir menyaksikan peristiwa penting dan bersejarah
itu. Dia memilih untuk tetap di rumah bersama anak-anaknya.
Istri
Presiden Soeharto itu adalah sosok yang berjuang untuk memperkenalkan
Indonesia kepada dunia. Mulai dari batik sebagai busana identitas
Indonesia, baik perempuan maupun laki-laki di dunia Internasional.
Selain
itu, Ibu Tien menyadari bahwa kekayaan alam dan budaya Indonesia tidak
kalah dengan negara lain. Wanita asal Desa Jaten, Surakarta, Jawa
Tengah, terinspirasi untuk membangun sebuah taman yang menyajikan
keindahan budaya dan lingkungan alam Indonesia. Niatan Ibu Tien makin
diperkuat ketika mengunjungi Disneyland di Amerika Serikat dan taman
budaya Timland di Thailand. Proyek Miniatur Indonesia Indah berakhir
ketika hasilnya berupa sebuah Taman Mini Indonesia Indah diresmikan pada
tanggal 20 April 1975.
Tidak itu saja, Ibu Tien juga prihatin
kepada sebagian besar bangsa Indonesia yang masih tertinggal dalam
pendidikan. Kemudian dia menggagas untuk membangun perpustakaan
nasional, agar orang mudah mendapatkan informasi. Tanggal 8 Desember
1985 pembangunan gedung Perpustakaan Nasional dimulai dalam dua tahap.
Tahap pertama selesai Desember 1986 dan tahap kedua selesai Oktober
1988. Sejak itu bangsa Indonesia bisa tersenyum telah memiliki gedung
perpustakaan nasional yang pantas dibanggakan.
Mendampingi
Soeharto, Ibu Tien mengubah hiasan bangunan istana yang merupakan
peninggalan zaman Belanda kemudian diisi dengan berbagai perangkat yang
menonjolkan keindonesiaan. Ukiran jati dari Jepara dalam ukuran besar
mengisi ruang-ruang istana. Warna merah untuk Istana Merdeka dan warna
hijau untuk Istana Negara.
Menu makanan pun tak lepas dari
pantauannya, Ibu Tien mengatur untuk menghormati negara asal tamu
diseimbangkan antara menu Indonesia dengan menu asing. Agar tamu negara
merasa dihormati dan tetap dapat menikmati hidangan khas Indonesia. Dia
juga berusaha memperkenalkan Indonesia via tamu negara yang datang.
Contohnya, Perdana Menteri Jepang berkunjung, souvenir yang diberikan
adalah satu set kursi ukiran Jepara.
Selanjutnya diputuskan
bahwa cendera mata haruslah benda-benda hasil kerajinan Indonesia. Kalau
tamu itu kepala negara, maka akan diberi keris emas buatan Bali
sedangkan istrinya akan diberi liontin emas. Dalam perkembangannya,
souvenir untuk tamu negara diubah menjadi sendok garpu dari perak buatan
Yogyakarta.
Biasanya kue tart menjadi sajian utama ketika
merayakan ulang tahun kemerdekaan Indonesia. Ternyata Ibu Tien tidak
suka, karena tidak ada unsur Nusantara dalam gelaran itu. Akhirnya,
pemotongan kue tart diganti dengan pemotongan tumpeng. Kemudian lukisan
penghias dinding istana yang dianggap tidak cocok dimasukkan ke museum
istana. Diganti dengan lukisan-lukisan para pelukis Indonesia dari
berbagai aliran.
Walaupun Istana Negara sudah ditata ulang dan
dipercantik, tetapi tidak ada satu ruang pun yang tersisa untuk Ibu
Negara. Ibu Tien memilih ruangan duduk belakang di rumahnya Jalan
Cendana sebagai kantornya.
Perhatian Ibu Tien terhadap masalah
kesehatan cukup besar. Tingginya angka kelahiran dan juga tingkat
kematian ibu-anak pada saat persalinan membuatnya berpikir untuk
membangun rumah sakit khusus. Di samping itu, kelahiran anak merupakan
harapan baru bagi Indonesia masa depan yang lebih maju dan mampu
bersaing dengan bangsa lain.
Pada tahun 1974 dimulailah
pembangunan Rumah Sakit Anak dan Bersalin yang terletak di Jalan S
Parman Jakarta. Peresmian RSAB dilaksanakan bertepatan dengan Hari Ibu
tahun 1979.
Hari Minggu 28 April 1996 sekitar pukul 05.10 WIB, Indonesia berkabung. Ibu Tien meninggal di RSPAD Gatot Subroto.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar