5 M Bekal Kehidupan, Insya Allah Aman!
Bismillaah . . .
Melihat judul ini interpretasi kita akan terbawa kepada 5 M yang
berarti 5 miliar uang untuk bekal hidup, Insya Allah aman. Boleh jadi
seperti itu. Karena 5 miliar adalah jumlah uang yang besar.
Mungkin cukup untuk beberapa orang tetapi mungkin juga tidak untuk
sebagian yang lain. Tetapi jauhkan dulu interpretasi tersebut, karena
kita akan membahas tentang 5 M yaitu 5 huruf M yang patut kita jadikan
bekal perjalanan hidup kita baik dunia dan akhirat kelak dan Insya Allah
dengan 5 huruf M tersebut aman!
Pada hakikatnya kita saat ini
sedang melakukan perjalanan mengarungi hidup di dunia yang akan menuju
akhirat kelak. Seperti diriwayatkan di dalam Fathul Bari bisyarh Shahih
Al Bukhari, Rasulullah SAW bersabda, “Hidup ini hanyalah selintas saja,
seperti seorang yang berjalan kemudian berteduh di bawah pohon rindang
kemudian berjalan lagi”.
Dan seyogyanya jika kita seorang
pengembara yang sedang melakukan perjalanan yang panjang, bekal apakah
yang kita bawa untuk kehidupan hari ini di dunia terlebih lagi hari esok
di akhirat kelak? Allah SWT berfirman, “Berbekallah, dan sesungguhnya
sebaik-baik bekal adalah taqwa. (QS. Al Baqarah, 2 : 197)
Inilah 5 M yang harus menjadi bekal hidup:
1. Mu’ahadah (selalu mengingat perjanjian dengan Allah SWT)
Perjanjian yang telah kita lakukan ketika awal penciptaan ruh tersebut
dipahami oleh para ulama sebagai syahadat kita yang pertama. Sebagaimana
tercantum dalam Al Qur’an, Allah berfirman : “Dan ingatlah ketika Rabb
mu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka, dan Allah
mengambil kesaksian terhadap mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku
ini Tuhanmu?, mereka menjawab. “Betul (Engkau Tuhan kami) kami menjadi
saksi. (Kami lakukan yang demikianitu agar di hari kiamat kamu tidak
mengatakan, “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang
lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).” (QS. Al A’raf, 7 : 172)
Ini adalah sebuah perjanjian yang kita di dunia ini diuji oleh Allah,
apakah kita termasuk orang-orang yang memegang teguh perjanjian
tersebut. Kemudian juga perjanjian-perjanjian kita dalam sholat-sholat
kita semisal dalam surat Al Fatihah ayat 5 yang berbunyi, “Iyyaaka
na’budu wa iyyaaka nasta’iin”. Artinya, hanya kepada Engkau kami
menyembah, dan hanya kepada Engkau kami memohon dan meminta pertolongan.
Sudahkah kita mengabdi dan memohon pertolongan hanya kepada Allah?
2. Mujahadah (orang yang bersungguh-sungguh dalam beribadah)
Ibadah adalah alasan Allah menciptakan manusia. “Dan Aku tidak
menciptakan Jin dan Manusia melainkan agar mereka menyembahKU. (QS. Adz
Dzariyat, 51 : 56)
Bermujahadah artinya bersungguh-sungguh
dalam melaksankan keta’atan dalam menjalankan perintah Allah. Sa’id
Musfar Al Qahthani mengatakan; Mujahadah berarti mencurahkan segenap
usaha dan kemampuan dalam mempergunakan potensi diri untuk taat kepada
Allah dan apa-apa yang bermanfaat bagi diri saat sekarang dan nanti, dan
mencegah apa-apa yang membahayakannya.
“Dan orang-orang yang
berjihad untuk (mencari keridhoan) Kami, benar-benarakan Kami tunjukan
kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar
beserta orang-orang yang berbuat baik”. (QS. Al ‘Ankabuut, 29 : 69)
Orang yang merubah rasa malas menjadi semangat, meninggalkan maksiat
menuju keta’atan, bodoh menjadi berilmu, dari ragu kepada yakin, adalah
ciri orang yang bermujahadah. Mujahid yang selalu berupaya
bersungguh-sungguh di jalan Allah.
3. Muraqobah (Selalu Merasa diawasi Allah)
“Orang yang banyak berdzikir adalah orang selalu merasa diawasi oleh
Allah SWT. Dzikir terambil dari kata dzakaro yang berarti menghadirkan
sesuatu ke dalam benak. Dzikrullah adalah menghadirkan Allah ke dalam
benak. Karena itu orang yang selalu berdzikir akan menyadari betul bahwa
Allah mengetahui segala sesuatu. Seperti di dalam ayat “Sesungguhnya
Dia mengetahui yang terang dan yang tersembunyi. (QS. Al A’la, 87 : 7)
Dalam ayat lain: “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan
mengetahui apa yang dibisikan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat
kepadanya dengan urat lehernya, yaitu ketika dua malaikat mencatat amal
perbuatannya, satu duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah
kiri. Tiada satu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya
malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaaf, 50 : 16-18)
4. Muhasabah (Intropeksidiri)
Terkait dengan muhasabah, Umar bin Khaththab berkata, “Hisablah dirimu
sebelum dihisab, timbanglah diri kalian sebelum ditimbang. Sesungguhnya
berintropeksi bagi kalian pada hari ini lebih ringan dari pada hisab di
kemudian hari” (HR. Iman Ahmad dan Tirmidzi secara mauquq dari Umar bin
Khaththab)
Hal senada juga pernah diungkapan oleh Hasan Al
Basyri pernah berkata, “Seorang mukmin itu pemimpin bagi dirinya
sendiri. Ia menghisab dirinya karena Allah. Karena sesungguhnya hisab
pada hari kiamat nanti akan ringan bagi mereka yang telah menghisab
dirinya di dunia.
5. Mu’aqobah (Memberi sanksi ketika lalai beribadah)
Sikap jika bersalah memberi sanksi diri sendiri dengan mengganti dan
melakukan amalan yang lebih baik meski berat, contoh dengan infaq dan
sebagainya. Atau dengan bersegera bertaubat dan berusaha kuat untuk
tidak mengulanginya lagi. Memberikan sanksi (‘iqob) ketika kita lalai
memang sulit. Dibutuhkan kesadaran diri yang baik dan kimanan yang kuat.
Hanya orang-orang yang sholeh yang dapat melakukannya. Seperti salah
satu kisah Nabi Sulaiman as dalam Alquran,
“(ingatlah) ketika
dipertunjukkan kepadanya kuda-kuda yang tenang di waktu berhenti dan
cepat waktu berlari pada waktu sore, maka ia berkata: “Sesungguhnya aku
menyukai kesenangan terhadap barang yang baik (kuda) sehingga aku lalai
mengingat Tuhanku¨sampai kuda itu hilang dari pandangan. Bawalah
kuda-kuda itu kembali kepadaku”, Lalu ia potong kaki¨dan leher kuda
itu.(QS. Shaad, 38 : 31-33)
Sebuah perilaku yang dapat kita
jadikan contoh, juga generasi sahabat atau para salaf yang meng ‘iqob
dirinya secara langsung ketika mereka melakukan kekhilafan, misalnya:
dalam sebuah riwayat dikisahkan bahwa Umar bin Khaththab pergi kebunnya.
Ketika pulang didapatinya orang-orang sudah selesai melaksanakan sholat
Ashar. Maka beliau berkata: “Aku pergi hanya untuk sebuah kebun, aku
pulang orang-orang sudah sholat Ashar, kini kebunku aku jadikan shodaqoh
untuk orang-orang miskin.
SubhanAllah walhamdulillah,
Bagaimana dengan akhlak kita?
Seberapa sering kita lalai dan seakan tidak perduli dengan kelalaian kita tersebut.
Semoga 5 M ini lebih berharga dari 5 milyar yang kita inginkan di dunia
ini. Karena 5 M ini jauh bernilai karena dapat menyelamatkan kehidupan
dunia dan akhirat kita kelak. Insya Allah.
--- Tidaklah lebih
baik dari yang menulis ataupun yang membaca, karena yang lebih baik di
sisi ALLAH adalah yang mengamalkannya. ---
(repost from:Ustadz Erick Yusuf dengan sedikit di edit)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar